Rabu, 15 Maret 2017

MASJID AGUNG TUBAN



SEJARAH, BANGUNAN, DAN FUNGSI MASJID AGUNG TUBAN
JAWA TIMUR
Oleh : Samidi
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang




Abstrak

Artikel ini merupakan ringkasan penelitian tentang sejarah, bangunan, dan fungsi Masjid Agung Tuban Jawa Timur. Penulis menggunakan pendekatan sejarah dan sosiologis dalam melakukan penelitian tersebut. Adapun hasilnya diketahui bahwa Masjid Agung Tuban sudah ada sejak jaman Sunan Bonang (sekitar tahun 1486) dan bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada sampai sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman (mihrab), selebihnya bangunan ini sudah tidak berbekas lagi. Masjid Agung Tuban mengalami beberapakali renovasi, bahkan dilakukan renovasi total (tahun 2004) yang menghilangkan nilai historisitas dan orisinalitas masjid sebagai benda cagar budaya. Bentuk bangunan Masjid Agung Tuban yang lama telah berganti dengan bangunan baru yang lebih megah dan terlihat mewah. Meskipun demikian, pengurus masjid (takmir) Masjid Agung Tuban tidak menjadikan masjid hanya sebagai tempat ibadah ritual semata (salat rawatib, dzikir, i’tikaf). Pengurus mencoba mengoptimalkan fungsi masjid, dikembalikan fungsinya seperti seperti zaman Nabi, yaitu sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam.

Kata kunci: sejarah, bangunan, fungsi, Masjid Agung Tuban



 Abstract

This article is a summary of research on the history, structure and functions of the Great Mosque of Tuban, East Java. The author uses historical and sociological approach in conducting the research. The result is known that the Great Mosque Tuban has existed since time Sunan Bonang (circa 1486) and the shape is still very simple. The original shape of the building of the mosque which still exist today this is the place to Mihrab, other of the building has not all gone. The Great Mosque of Tuban has several renovations, even made a total renovation (2004), which eliminates the value of historicity and originality of the mosque as a heritage. The shape of the building of the Great Mosque Tuban long been replaced by a new building that is more magnificent and luxurious look. Nevertheless, the board of the mosque (takmir) Great Mosque Tuban not make the mosque only as a place of worship ritual alone (salat, dhikr, i'tikaf). Board tries to optimize the function of the mosque, restored functions such as time of the Prophet, namely as a center of worship and Islamic culture.

Key words: history, construction, function, the Great Mosque of Tuban.


I.          PENDAHULUAN
Proses penyebaran agama Islam tidak dapat dilepaskan dari peran dan fungsi masjid. Demikian juga yang terjadi di Jawa, masjid-masjid bersejarah yang berkaitan langsung dengan proses Islamisasi di tanah Jawa masih banyak dijumpai sampai sekarang. Masjid-masjid tersebut biasanya dikaitkan dengan tokoh pendiri dan penyebar agama Islam. Tokoh Islamisasi yang cukup melegenda di Jawa adalah Walisongo (Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Drajat, dan Syekh Maulana Maghribi). Bukti arkeologis keberadaan para wali tersebut dan juga komunitas muslim ditandai dengan adanya bangunan masjid dan juga makamnya. Keberadaan masjid sebagai bukti keberadaan agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh G.F. Pijper “orang yang ingin menyelidiki kehidupan keagamaan di salah satu pulau di Indonesia seperti Jawa, harus mulai dengan mempelajari masjid” (Pijper, 1985:14).
Fungsi utama sebuah masjid adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Tidak hanya itu, masjid juga menjadi wadah yang paling strategis dalam membina dan menggerakkan potensi umat Islam untuk mewujudkan Sumbar Daya Manusia (SDM) yang tangguh dan berkualitas. Demikian juga yang dilakukan oleh para wali dalam melakukan dakwah dan membina umat, menggunakan masjid sebagai sentralnya. Peran Sunan Bonang atau Syekh Makhdum Ibrahim di Tuban dalam mengislamkan tanah Jawa dan khususnya Kabupaten Tuban tidak dapat dipungkiri. Salah satu peninggalan beliau yang masih lestari sampai sekarang ini adalah masjid Agung Tuban. Selain masjid tersebut, juga terdapat makam kuno di belakang masjid, yaitu makam Sunan Bonang itu sendiri. Lokasi makam dan masjid Agung Tuban menurut penjelasan salah seorang takmir Masjid Agung Tuban, dulunya bersatu. Kemudian pada masa kolonial dibuat terpisah, dengan maksud untuk memecah belah umat Islam.
Masjid Agung Tuban sebagai ikon dan kebanggaan masyarakat Tuban, kini dihadapkan pada berbagai perubahan dan tantangan yang terus bergulir di lingkungan masyarakat. Isu globalisasi dan informasi merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Pada era globalisasi yang membuat masyarakat semakin cerdas, tentu akan memberikan banyak implikasi, termasuk peluang dan tantangan kepada umat Islam. Sejalan dengan itu, peran sentral masjid semakin dituntut agar mampu menampung dan mengikuti segala perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Disisi lain, untuk mewujudkan peran masjid sebagai sentral kegiatan, keberadaan masjid perlu diimbangi dengan kualitas perencanaan fisik dan manajerial yang professional. Oleh sebab itulah pemerintah Kabupaten Tuban melakukkn renovasi masjid Agung Tuban secara besar-besaran. Sekarang, bangunan masjid tampak lebih indah dan megah, tak kalah dengan masjid-masjid terkenal lainnya di penjuru nusantara. Bahkan, Masjid Agung Tuban disebut-sebut menjadi salah satu masjid terindah di Jawa Timur. Terlebih lagi di malam hari, keindahan bangunan seolah memancarkan dongeng ’1001 Malam.’(http://bappeda.jatimprov.go.id/2012/08/07/keindahan-masjid-tuban/).
Renovasi masjid Agung Tuban yang merubah sebagian besar bangunan asli masjid lama menimbulkan pro dan kontra. Ulama dan masyarakat Tuban banyak yang menentang perubahan masjid tersebut, namun oleh pemerintah daerah pembangunan masjid tetap dilaksanakan sampai selesai seperti yang sekarang ini. Lepas dari pro dan kontra pembangunan masjid Agung Tuban, dapat dikatakan bahwa umat Islam Tuban telah mampu membangun atau mendirikan masjid yang mewah dan megah. Permasalahan yang timbul adalah kemampuan dan ghirah (semangat) umat Islam memakmurkan masjid tersebut masih sangat minim. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya orang yang salat berjamaah lima waktu di masjid, minimnya kegiatan keagamaan yang menggunakan masjid sebagai tempat penyelenggaraan dan kegiatan sosial keagamaan. Selain itu hal-hal yang menyangkut kepentingan umat, seperti kesehatan, pemberdayaan ekonomi, santunan sosial dan sebagainya, belum dilakukan secara maksimal oleh pengurus atau takmir masjid. Masjid seakan telah ditinggalkan oleh umatnya. Kondisi semacam ini memerlukan upaya pemikiran agar masjid kembali menjadi pusat Ibadah dan kegiatan sosial. Berbagai kegiatan masjid yang dikelola oleh takmir hendaknya mampu meningkatkan kualitas umat Islam, baik dalam aspek spiritual maupun kesejahteraan masyarakat.
Sidi Gazalba (1975:7) mengemukakan “Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan kebudayaan Islam.” Hal ini akan terlaksana apabila dalam pelaksanaan pembangunan masjid lokasi, tata ruang dirancang untuk menjalankan fungsi masjid secara optimal, dan pengelolaan masjid diselenggarakan dengan manajerial yang professional. Sehingga masjid yang selama ini hanya dijadikan sebagi tempat ibadah, fungsi masjid akan terlaksana secara optimal. Sebagaimana fungsi masjid pada awal-awal kelahiran Islam. Tentu saja dalam prakteknya dapat dikembangkan inovasi dan kreativitas yang disesuaikan dengan pekembangan masyarakat. Dengan demikian masjid menjadi dinamis dalam menunjang pemberdayaan kehidupan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis menganggap pentingnya penulisan sejarah masjid Agung Tuban, masjid yang dibangun pada awal penyebaran agama Islam di Kota Tuban Jawa Timur. Masjid yang memiliki nilai-nilai sejarah dan fungsi keberagamaan pada masa awal penyiaran agama Islam di Tanah Jawa (khususnya daerah Tuban), namun kini telah mengalami perubahan yang cukup signifikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Selain sisi sejarah, bentuk bangunan atau arsitektural masjid juga menjadi bahan kajian. Bentuk bangunan masjid yang telah mengalami beberapa kali perubahan dapat menjadi bukti adanya dinamika penggunaan atau fungsi masjid bagi masyarakat pada masanya. Seiring dengan perubahan generasi, zaman, dan kondisi sosiologis masyarakat Tuban, tidak menutup kemungkinan masjid Agung Tuban mengalami perubahan-perubahan fungsi. Oleh sebab itu, peran dan fungsi masjid Agung Tuban juga menjadi pembahasan tersendiri.

II.      METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah dan sosiologis. Pendekatan sejarah digunakan untuk mengungungkapkan sejarah dan fungsi Masjid Agung Tuban pada masa lampau. Data-data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi (pengamatan) dan wawancara untuk menjawab permasalahan penelitian.
Pendekatan sejarah dalam penelitian ini yang dimaksud adalah berbagai peristiwa masa lalu. Sejarah dalam bahasa Inggris disebut dengan “History”. Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu historia yang berarti: inkuiri (inquiry), wawancara (interview), interogasi dari seorang saksi-mata, dan juga laporan mengenai hasil-hasil tindakan itu;  seorang saksi (witness), seorang hakim (judge), seorang yang tahu. Secara semantik kata sejarah berasal dari bahasa arab Syajaratun, yang artinya adalah pohon (Sjamsuddin, 2007:1-4).
Sebagai sebuah kajian, sejarah tidak pernah statis. Selama berabad-abad istilah history (sejarah) mendapatkan sejumlah pengertian dasar. Menurut Topolski (dalam Sjamsuddin, 2007:9), ada tiga pengertian dasar: (1) sejarah sebagai peristiwa-peristiwa masa lalu (past event); (2) sejarah sebagai pelaksana riset yang dilakukan oleh seorang sejarawan; (3) sejarah sebagai suatu hasil dari pelaksanaan riset semacam itu, yaitu seperangkat pernyataan-pernyataan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu atau biasa disebut dengan historiografi. Sedangkan pokok kajian sejarah adalah segala hal yang berkaitan dengan manusia yang memiliki makna sosial yang terjadi di dalam waktu.
Dalam kaitannya dengan ilmu sejarah, metode sejarah berarti bagaimana mengetahui sejarah itu sendiri. Jika dikaitkan dengan penelitian tentang sejarah masjid, berarti bagaimana mengetahui sejarah masjid tersebut. Penelitian ini menempuh cara-cara sistematis prosedur penyelidikan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mengunpulkan bahan-bahan sejarah masjid, baik dari arsip-arsip yang ada maupun wawancara dengan para tokoh yang masih hidup, atau orang-orang yang dekat dengan tokoh-tokoh tersebut, sehingga dapat terkumpul data selengkap mungkin.
Adapun pendekatan sosiologis digunakan untuk mendeskripsikan tata ruang dan bentuk bangunan lama (sebelum renovasi) dan mengungkapkan fungsi-fungsi masjid pada era sekarang ini. Masjid Agung Tuban di era modern yang sudah mengalami renovasi total dari bentuk lamanya, dengan harapan apakah ada perubahan fungsi masjid ketika belum direnovasi dengan sudah direnovasi.

III.        SEJARAH, BANGUNAN, DAN FUNGSI MASJID AGUNG TUBAN
Sejarah Masjid Agung Tuban
Asal-usul pendirian Masjid Agung Kabupaten Tuban, kurang memiliki memiliki data kuat. Ini disebabkan disamping orang-orang yang hidup di jaman itu sudah banyak yang meninggal, juga tidak ada data yang tertulis tentang sejarah berdirinya masjid Agung tersebut. Namun kami berusaha sedapat mungkin untuk memperoleh data-data, baik itu wawancara langsung dengan nara sumber (orang-orang yang dipandang kompeten), dan pencarian data yang berbentuk tulisan (naskah),  prasasti, dan lain-lain.
Masjid Agung Tuban diperkirakan dibangun pada tahun 1894 dan diresmikan oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo. Pendirian masjid ini hasil dari swadaya masyarakat dengan Pemda Tingkat II. Masjid ini merupakan masjid tertua dan terbesar di daerah tersebut. Masjid Agung Tuban pernah mengalami perbaikan secara total atas biaya swadaya masyarakat dan Pemda Tingkat II Tuban.
Sebelum menjadi masjid Agung Kabupaten Tuban, masjid ini dahulunya berada di belakang masjid Agung yang sekarang. Masjid yang asli ini sudah ada sejak jaman Sunan Bonang yaitu salah seorang penyiar agama Islam yang pertama - tama di pulau Jawa, yaitu sekitar tahun 1486 dan bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada sampai sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman, selebihnya bangunan ini sudah tidak berbekas lagi (wawancara dengan Ustadz Achmad Mawardi, pada 28 Juli 2012). Selain itu sumur yang dahulu digunakan untuk masjid lama juga masih difungsikan, yang sekarang berada di belakang masjid. Karena mengingat bentuknya yang kurang memadai maka masjid tersebut dirobohkan dan dibangunlah masjid baru yang lebih besar dengan konsep baru, yang letaknya agak ke depan dari masjid yang lama. Sisa-sisa masjid yang lama tersebut tanahnya dibuat untuk makam, yang kemudian banyak tumbuh pohon pisang.
Di sana juga terdapat sumur al-Qur’an, menurut keterangan Achmad Mawardi, sumur tersebut dulunya digunakan pada masa yang masjid lama, tetapi karena airnya tidak mencukupi maka dibuatlah sumur baru (yang sekarang berada di belakang masjid). Sumur mati itu kemudian digunakan oleh takmir dan pengurus makam untuk membakar al-Qur’an - al-Qur’an yang sudah rusak, maka kemudian dinamai sumur al Qur’an (wawancara dengan Ust. Achmad Mawardi, pada 29 Juli 2012).
Kembali pada sejarah berdirinya Masjid Agung Kabupaten Tuban, bahwa masjid ini didirikan pada hari akhad tanggal 29 Juli 1894 yaitu sekitar abad ke-19 oleh Raden Toemenggoeng Koesoemodikdo yang menjadi Bupati Tuban pada waktu itu. Hal ini dapat kita lihat pada peninggalan prasasti yang sampai sekarang masih terawat dengan baik dan berada di depan bangunan masjid. Tulisan tersebut masih menggunakan ejaan lama dan bahasanya mungkin kurang dimengerti oleh sebagian masyarakat. Dimana tulisan tersebut diukir dalam sebuah prasasti yang sekarang diletakkan di depan masjid, diapit oleh dua buah pilar sisi kanan serambi masjid. Prasasti tentang peresmian masjid Agung Tuban adalah sebagai berikut :
Batoe pertama dari inie missigit
dipasang pada hari Ahad tanggal 29 Yulie 1894, oleh Raden
Toemenggoeng Boepati Toeban. Ini terbikin oleh toewan
Opzichter B.O.W. H.M. TOXOPEUS.
IMGP0559
Foto Prasasti peresmian Masjid Agung Tuban tahun 1894 (dok.penulis)

Maksud dari prasati peresmian masjid tersebut adalah :
Batu yang pertama dari masjid ini atau peletakan batu pertama dilaksanakan pada hari akhad tanggal 29 Juli 1894 oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo. Masjid ini dibuat oleh Toewan Opzihter B.O.W H.M. Toxopeus. Tertera kata Opzichter pada prasasti tersebut yang berarti pengawas, sedangkan B.O.W. singakatan dari Burgerlijke Openbare Werken, yaitu Dinas Pekerjaan Umum pada jaman Belanda.
Raden Toemenggoeng Koesoemodikdo adalah Bupati Tuban yang ke-35. Beliau adalah menantu dari Raden Mas Sumobroto yang menjadi Bupati ke-34 tahun 1892, dan setelah memerintah empat bulan mangkat, dan jenazahnya dimakamkan di makam Astana Bonang. Setelah Mas Somobroto mangkat lalu diganti oleh Raden Toemenggoeng Koesoemodikdo tersebut beliau mangkat setelah memerintah selama 16 tahun (1899-1911) dan jenazahnya dimakamkan di Astana Makampati Tuban (Suparmo, 1983:50).
Sedangkan status tanah yang dipakai untuk membangun masjid adalah tanah yang statusnya masih belum tertulis. Pada waktu pemerintahan dipegang oleh Hindia Belanda baru tanah tersebut diserahkan pada negara dan diakui sebagai tanah negara oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan tanah masjid tersebut diserahkan kepada masjid dan dijadikan tanah wakaf (Musa’adah, 1997:31).
Pembangunan Masjid Agung pada waktu itu dilaksanakan secara gotong-royong oleh semua masyarakat Islam yang ada di Tuban, baik itu dari desa maupun masyarakat kota, tua muda, laki-laki maupun perempuan semuanya turut serta dalam pembangunan masjid tersebut dengan dipimpin oleh ulama’ dan umaro’. Pembangunan masjid tersebut adalah murni hasil dari gotong-royong masyarakat Tuban seluruhnya.
Dan setelah pembangunan Masjid Agung tersebut muncullah masjid tua -lainnya yaitu masjid yang berada di kecamatan Merakurak yaitu masjid Semigit, masjid Jami’ Sunan Bejagung yang ada di Kecamatan Semanding yang didirikan oleh KH. As'ari yang beliau adalah, modin di daerah tersebut. Kemudian masjid Stono yang ada di Kecamatan Jenu dan Masjid Demari yang berada di Kecamatan Palang (Musa’adah, 1997:33).
Masjid Agung tersebut dahulu pada jaman Belanda terdapat sebuah ruangan yang disebut Sosited atau kamar Bola yaitu ruangan yang dipakai dansa oleh Belanda yang letaknya di pinggir masjid yang dahulu dipakai Madrasah Ulum. Tetapi karena dirasa tempat tersebut sangat mengganggu sekali terutama pada waktu umat Islam sedang melakukan salat Jum'at menjadi terganggu yang akhirnya kamar bola tersebut dipindah di Kambang Putih oleh Mbah Kaprawi yang pada waktu itu menjabat sebagai Penghulu (wawancara dengan KH. Masduki, pada 3 September 2012).
Pada perkembangannya Masjid Agung Kabupaten Tuban yang dibangun tahun 1894 sudah di rehab sebagian kecil. Mengingat masjid tersebut dari waktu ke waktu kurang memenuhi syarat untuk menampung jama'ah, maka dilakukan penambahan bangunan tersebut dilaksanakan pada masa pemerintahan Bupati Juwairi Martoprawiro (1985-1991).
Sebelum terjadi penambahan tersebut dulunya yang terletak di sebelah barat dari masjid adalah SMP Mu'alimin, dan sebelah utara ditempati Madrasah Ulum, Kantor Pengadilan Agama dan Kantor Departemen Agama. Dan setelah terjadi penambahan tersebut SMP Mu'alimin di pindah di Makam Agung, Madrasah Mum dipindah di Karangsari, Kantor Pengadilan Agama dipindah di jalan Sunan Kalijaga dan Kantor Depag dipindah di jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Dan setelah selesai dilaksanakan pemugaran dan penambahan masjid Agung Kabupaten Tuban yang selanjutnya diresmikan oleh wakil Gubernur KDH. TK I Jatim Trimarjono SH pada tahun 1987. Ini sesuai dengan prasasti yang berada di depan masjid, yang berada diantara dua pilar sisi kiri.
Foto Prasati Peresmian Masjid Agung Tuban tahun 1987 (dok.penulis)

Dulunya masjid ini namanya bukan masjid Agung tetapi masjid Jami'. Dan karena tingkatannya berada di tingkat Kabupaten maka sekitar tahun 1970 diganti nama menjadi masjid Agung. Ini sesuai dengan musyawarah masjid DKI Jakarta pada tanggal 3 - 4 tahun 1971 dusun tingkatan masjid disini bukanlah untuk membedakan status jama'ah melainkan sebagai akibat logis dari pola perkotaan dan konsentrasi jama'ah sehingga masjid dapat dicapai dalam jarak yang nyaman dari lingkungan pemukiman atau tempat bekerja.
Pada waktu berdirinya masjid "Agung" ini belum ada pembentukan takmir, jadi yang berhak mengurusi masjid dipimpin langsung oleh seorang penghulu. Dan pada waktu itu takmir pertamanya di Tuban adalah Bapak KH. Murtaji beserta stafnya. Baru pada tahun 1974 dibentuklah takmir dan sebagai ketuanya adalah Ketua DPRD TK II Tuban dan sebagai pelindung adalah Bupati Tuban. Adapun instansi-instansi yang terkait dalam pemeliharaan masjid Agung adalah Depertemen Agama, Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah TK. II Kabupaten Tuban.
Bangunan Masjid Agung Tuban

Peresmian Masjid Agung Tuban oleh Raden Tumenggung Koesoemodikdo pada 29 Juli 1894 (arsip Takmir Masjid Agung Tuban)

Bentuk bangunan Masjid Agung Tuban pada dulu, sebelum dilakukan renovasi total tahun 2004, dapat penulis uraikan beberapa bagian utamanya saja. Adapun tata ruang bangunan masjid lama dapat penulis uraikan menjadi tata ruang dalam dan kondisi ruang tersebut. Tata ruang dalam yang di maksud dalam penelitian ini adalah ukuran tiap-tiap ruangan yang ada di dalam masjid. Ruang tersebut meliputi ruang utama, mihrab, serambi kanan dan kiri, dan tempat wudlu bagi jamaah putra dan putri yang dipisah.
Kondisi ruangan di dalam masjid Agung Tuban sangatlah sejuk. Penerangan alami dimanfaatkan seoptimal mungkin, dengan memakai jendela-jendela yang berukuran cukup besar yang tersebar merata di semua ruang utama. Terdapat empat buah jendela di serambi kanan dan serambi kiri masing-masing tiga buah, sehingga bisa memanfaatkan cahaya matahari secukupnya. Selain itu penerangan malam hari atau jika suasana mendung, terdapat penerangan buatan yang berupa lampu-lampu neon dan lampu pijar listrik. Dengan demikian untuk bangunan yang cukup besar ini suasana penerangannya menjadi agak temaram, sehingga menambah kenikmatan ruang suci ini.
Ventilasi atau lubang untuk sirkulasi udara cukup mendukung. Penghawaan masjid cukup baik juga, sebab cukup banyak loster untuk sirkulasi udara yang merata ke semua dinding ruangan. Di dalam ruang utama terdapat pintu-pintu yang membatasi serambi kanan dan kiri. Selain itu juga terdapat pintu yang membatasi ruang utama dengan pintu masuknya, terdapat pula pintu pagar besi sehingga angin dapat masuk dengan mudah disamping udara dari jendela-jendela. Jadi dalam ruang masjid terdapat penghawaan alami yang cukup baik. Dan juga terdapat beberapa kipas angin listrik yang dipasang di langit-langit yang ikut membantu pengaliran udara terutama pada saat angin tidak berhembus.
Lokasi masjid yang berada dekat jalan raya, yaitu di alun-alun kota Tuban, sering mendapatkan suara-suara yang dapat mengganggu kekhusukan salat. Oleh sebab itu, posisi masjid ditempatkan sedemikian rupa agak menjorok ke dalam agar frekuensi kebisingan menjadi kecil. Tata suara didalam bangunan tertata dengan baik, dengan pengeras suara yang tersebar merata di langit-langit liwan dan langit-langit serambi, sehingga suara dari mimbar dan mihrab dapat terdengar oleh para jamaah dengan baik dan jelas.
Lantai bangunan tersebut terbuat dari marmer yang halus, licin dan sejuk, yang di datangkan langsung dari Itali. Marmer lantai Masjid Agung Tuban memiliki nilai kemewahan tersendiri, selain itu juga marmer tersebut juga tidak terlalu menyerap air tanah dan tahan lama untuk ukuran waktu yang agak lama.
Pada bagian dalam ruangan atau tempat shalat terdapat empat Saka (tiang) utama yang sangat besar. berdiameter ± l meter. Selain itu di serambi kanan dan kiri masing-masing terdapat 3 (tiga) tiang, selain sebagai soko guru juga memberikan kesan megah pada bangunan itu. Soko guru mengambil dari tradisional Jawa tapi dibentuk dengan model Belanda (Musa’adah, 1997:37).
Kondisi masjid Agung Tuban semakin asri dengan adanya berbagai ornamen yang menghiasi sekeliling masjid. Pemakaian ornament pada bangunan masjid Agung Tuban tidaklah terlalu menonjol. Pada masa renovasi awal, dengan melakukan perluasan serambi, yang diresmikan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, sudah ada pemahaman bahwa masjid harus di tampilkan dalam bentuknya yang sederhana. Hal ini terlihat dengan pemakaian ornamen atau hiasan dinding yang terbatas pada tempat-tempat tertentu saja, misalnya pada mimbar dan serambi masjid.
Ciri khas Masjid Agung Tuban ini tampak pada hiasan kaligrafi yang berada di beberapa ruangan masjid. Perhiasan yang paling sederhana adalah nama-nama suci yang ditulis pada tembok. Tembok dinding atap di dalam masjid betuliskan Nabi Muhammad, yang kiri dan kanan nama empat khalifah yang pertama, Abu Bakar, Umar Utsam, dan Ali. Tulisan kaligrafi tersebut sama seperti  masjid-masjid di Jawa pada masa awal Islam hadir. Tulisan kaligrafi atau ornamen Muhammad dan keempat sahabatnya tersebut juga terdapat di Masjid Agung Garut dan di serambi masjid Kebumen Jawa Tengah (Pijper, 1984:38).
Ornament-ornament yang ada di masjid Agung Kabupaten Tuban tidak begitu menonjol dan ini menunjukkan kesederhanaannya pada masjid ini. Ornament pada bangunan masjid ini terdapat pada lengkungan-­lengkungan atas mimbar dan mihrab yaitu berupa kalimat­kalimat Al-Qur'an yang diukir dengan bagus dan rapi dan dicat dengan warna emas. Diantara tulisan-tulisan Arab tersebut terdapat kalimat Al-Qur'an surat Al-Fath ayat 1-2.
Selain itu juga pada bagian tengah atas terdapat tulisan Arab ditembok yang bentuknya bulat dengan warna dasar biru dan tulisan Arab tersebut dicat dengan warna emas dengan bentuk melingkar sebanyak empat buah. Dikanan-kiri terdapat tulisan Allah dan diatas bawah nama empat khalifah yang pertama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.
Semua tiang bagian atas bangunan masjid Agung dihiasi dengan bentuk bunga teratai yang melambangkan kesuburan dan ditengah-tengah terdapat lampu penghias yang besar dan antik. Ornamen tersebut merupakan hiasan yang mempercantik masjid. Bahkan lampu-lampu antik yang dipasang juga memiliki karisma tersendiri ketika malam hari. Dengan cahayanya yang sedikit redup, suasana sakral ketika masuk masjid begitu terasa.
Setelah menguraikan tentang kondisi dan tata ruang masjid, maka penulis akan menguraikan bentuk-bentuk bangunan utama masjid Agung Tuban. Gambaran singkat mengenai bentuk bangunan utama masjid Agung Kabupaten Tuban meliputi kubah, menara, mimbar, mihrab, liwan (ruang utama), ruang wudlu, serambi, dan gapura.
Kubah sebagai salah satu bentuk atap yang dominan pada bangunan-bangunan masjid di Timur Tengah. Bentuk kubah yang ada di masjid Agung Kabupaten Tuban ini adalah memakai bentuk atap kubah yang bentuknya melengkung setengah bulatan atau istilahnya adalah model kubah bawang terpancung dan merupakan aliran Persi yang diatasnya diberi semacam mustaka berwujud bulan sabit dan bintang, dimana bentuk bulan sabit melambangkan awal pertumbuhan dan perkembangan agama Islam, sedangkan bintang adalah lambang harapan suci, harapan yang penuh dengan keberkahan, penuh kecemerlangan. Bentuk atap kubah ini terbuat dari baja sehingga sangat kuat dan tahan lama. Sedangkan gentengnya dari tegola (sejenis fiber) kelas prima dan dipinggir gentingnya dipasang pelana untuk menambah kesan indah dan anggun.
Pada awalnya masjid-masjid tradisional di Jawa tidak mengenal adanya menara, kecuali masjid Kudus yang sejak dahulu sudah mempunyai menara, yang coraknya masih berbau kebudayaan Hindu. Dalam sejarah, menara sebagai bagian dari bangunan masjid umurnya relatif muda, sebab menara merupakan bagian yang ditambahkan kemudian (Syafwandi, 1985:135).
Menara pada masjid Agung Kabupaten Tuban ini merupakan salah satu bagian dari masjid yang berfungsi sebagai alat pengumandang adzan. Bangunan ini dibangun pada zaman pemerintahan/Bupati Koesoemodikdo. Menara ini berbentuk persegi enam dan tingginya kurang lebih 15 M. Menara ini merupakan aliran Belanda, ini bisa kita lihat dari bentuk bangunanya, tiang-tiangnya dan bentuk atapnya. Tetapi sayang menara ini sekarang sudah tidak berfungsi lagi.
Mimbar selalu terletak disebelah kanan mihrab. Ada mimbar yang terbuat dari kayu dan ada pula yang terbuat dari batu. Ada juga yang dibuat dari kayu dan batu. Mimbar yang dari kayu kadang-­kadang diletakkan dibagian dalam sebelah kanan mihrab atau kalau mihrabnya lebih dari satu diletakkan di dalam mihrab yang kanan. Tempat mimbar dalam bahasa Jawa disebut pengimbaran, dalam bahasa Sunda disebut Paimbaran (Pijper, 1984:28).
Pada masjid Agung Kabupaten Tuban, mimbarnya terletak disebelah kanan mihrab. Mimbar ini dibangun di lengkungan kanan yang terdiri dari tiga anak tangga dan sebuah tempat duduk untuk khatib. Di Jawa mimbar yang beranak tangga tiga adalah umum. Dan anak tangga itu ada yang dua, tiga, empat sampai lima, ada juga yang hanya mempunyai anak tangga satu. Tiga anak tangga yang ada di mihrab ini terbuat dari marmer yang bagus dan kuat. Tiangnya dan bagian atasnya dihias dengan huruf Arab.
Mihrab yang merupakan bagian dari masjid, sering juga bentuknya seperti lengkungan pintu mati, biasanya terletak disebelah kiri mimbar. Di Jawa mihrab biasanya disebut dengan pengimaman dan di Sunda disebut Paimanan (tempat Imam) (Alba, 1993:23). Pada masjid Agung Kabupaten Tuban mempunyai suatu mihrab yang berbentuk lengkungan dengan model lengkung Arab dengan diameter 1 M dengan tinggi berkisar 6 - 7 M, dinding mihrab terbuat dari semen. Di dinding mihrab terdapat sebuah lengkungan bundar yang dilapisi kaca dan sinar matahari dapat masuk ke dinding mihrab tersebut, tetapi tidak secara langsung. Hal ini selain menghemat penerangan buatan juga memberikan kesan modern pada bangunan masjid.
Secara fungsional memang terdapat perbedaan antara ruang utama dengan ruang serambi, khususnya masjid Agung Kabupaten Tuban ini dengan maksud untuk membedakan antara ruang utama sebagai bangunan asli dan serambi sebagai bangunan tambahan. Sisi lain ruang utama, cenderung berfungsi sebagai tempat ibadah, khususnya salat berjama'ah, sehingga bersifat sakral.
Fungsi Masjid Agung Tuban di Era Modern
DSCF3183
Masjid Agung Tuban Setelah Renovasi tahun 2004 (dok. Penulis)
Setelah mengalami beberapa kali renovasi dan yang terakhir pada tahun 2004, maka pada saat ini fungsi masdjid Agung tuban adalah sebagai berikut:
  1. Masjid Sebagai Tempat Ibadah
Sesuai dengan salah satu fungsinya, masjid adalah sebagai tempat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pelaksanaan ibadah terutama salat wajib harus dilaksanakan tepat waktu dan berjamaah. Fungsi ibadah ini sudah dijalankan secara baik oleh pengurus Takmir Majid Agung Tuban. Takmir menyadari bahwa penegakan salat lima waktu hanyalah semata-mata bagi orang-orang yang ingin memperoleh keridlaan Allah SWT. Untuk menjaga ketepatan waktu dan tertibnya salat berjamaah keberadaan Imam tetap yang senantiasa berada di tempat sangat dibutuhkan, sehingga disusunlah jadwal imam rawatib oleh takmir.
Orang yang adzan atau mu’adzin di Masjid Agung Tuban merupakan orang pilihan. Dipilih karena memiliki suara bagus (qori’) serta memahami tartil Qur’an, sehingga membuat orang yang mendengarnya akan merasa nyaman. Para petugas penegak salat lima waktu seperti Imam dan Mu’adzin sditunjuk oleh pengurus masjid untuk menjalankan tugas tersebut, termasuk tenaga cadangan bila yang bersangkutan berhalangan. Keberadaan Imam masjid merupakan orang-orang terpilih dan disenangi oleh masyarakat. Artinya, untuk menjadi seorang imam rawatib Masjid Agung Tuban haruslah memenuhi syarat atau kriteria tertentu. Diantara syarat menjadi imam adalah, alim (berakhlak mulia), faqih (menguasai ilmu agama), tartil (bacaan al-Qur’annya bagus) bahkan hafidz (hafal al-Qur’an), dan mukim (menetap).
Disenangi oleh masyarakat menjadi salah satu syarat imam, sebab orang yang dibenci oleh masyarakat (banyak orang) berkaitan dengan masalah agama dan pribadinya tidak layak dipilih. Seorang Imam hendaknya dapat menjadi suri tauladan bagi jamaahnya, jujur, tawadhuk atau berakhlak mulia dan dapat merefleksikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Dengan demikian keberadaan mereka akan mengangkat citra baik keberadaan masjid sebagai tempat ibadah.
Adapun yang bertugas menjadi imam rawatib Masjid Agung Tuban dijadwal berdasarkan hari. Setiap hari seorang imam bertanggungjawab terhadap pelaksanaan salat jamaah 5 waktu. Adapun imam rawatib tersebut adalah sebagai berikut: KH. Muhyiq Faqih; KH. Masduki Nursyamsi; H. Hanafi; H. Ashabul Yamin; Ust. Mujabul Marom; Imam Turmudzi; dan Ust. Imam Syafii.
  1. Masjid Sebagai Pembinaan Mental Spiritual
Masjid Agung Tuban menyelenggarakan berbagai macam kegiatan pengajian, baik itu yang harian, mingguan, maupun tahunan. Semua bentuk pengajian pada dasarnya adalah untuk meningkatkan iman dan takwa para jamaah. Pengajian juga dimaksudkan untuk membina mental dan spiritual jamaah Takmir Masjid Agung Tuban. Pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh Takmir Masjid Agung Tuban bentuknya berupa kajian kitab sebelum salat Magrib, kuliah subuh sesudah salat subuh berjamaah, kuliah dhuha setiap minggu pagi, dan pengajian khusus membahas kitab-kitab tertentu. Pengajian semacam ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan tentang ajaran Islam, sehingga jamaah datang ke masjid tidak hanya melaksanakan ibadah rutin, tetapi mereka dapat menembah ilmu pengetahuan agama, mempererat tali ukhuwah Islamiyah dan dapat meningkatkan ghirah atau semangat dalam pengamalan ajaran agama di masyarakat.
3.    Masjid Sebagai Tempat Pendidikan
Masjid Agung Tuban menyelenggarakan Pendidikan al-Qur’an dan Qira’ah. Program pendidikan al-Qur’an dilembagakan dalam wadah Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), sebagai wadah pembinaan jamaah yang dikhususkan bagi anak-anak. Qira’ah diperuntukkan bagi kaum remaja. Sebagai penunjang pendidikan lain, masjid Agung Tuban juga mengadakan kegiatan jangka pendek (program kilat) seperti pelatihan muballigh, pesantren kilat, pelatihan jurnalistik, dan kursus ketrampilan. Selain itu juga ada program bulanan seperti kursus bahasa Arab, dan pendidikan jangka panjang khusus untuk anak-anak.
Pendidikan khusus anak-anak adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). System pembelajaran al-Qur’an Masjid Agung Tuban menggunakan buku panduan dan jadwal tersendiri, menggunakan metode Iqra’ yang direkomendasikan oleh takmir. Program ini sejalan dengan program Kementerian Agama yang mencanangkan pemberantasan buta huruf al-Qur’an bagi masyarakat, khususnya anak-anak muslim, kegiatan ini diselenggarakan untuk membantu para orang tua muslim yang tidak mampu mendidik bacaan al-Qur’an putra-putrinya di tengah keluarga, sehingga Taman Pendidikan Al-Qur’an ini dapat membantu mereka mengajarkan al-Qur’an. Effektifitas kegiatan pembelajaran sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara guru dan orang tua dalam penyelenggaraan kegiatan ini.
4.         Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan
Pembinaan Remaja dan Anak-anak. Hal ini amat penting, mengingat para remaja dan anak-anak amat mudah terbawa pengaruh buruk lingkungannya, terutama dari media elektronik, seperti televisi, VCD, internet, media surat kabar, majalah dan sebagainya. Kegiatan bagi remaja dan anak-anak tidak cukup untuk ceramah-ceramah bahkan ceramah tidak menarik bagi mereka, oleh karena itu, kegiatan bagi remaja dengan memadukan antara pembinaan agama dan kegiatan penyaluran hoby seperti kesenian islami (rebana), festival, olah raga, tadabur alam, dan kegiatan yang menunjang ketrampilan. Semuanya kegiatan diupayakan untuk dapat meningkatkan kualitas iman, ilmu dan amal. Untuk menampung aktivitas kegiatan remaja masjid, pengurus masjid Agung Tuban telah membentuk organisasi Remaja Islam Masjid (RISMA), agar program kegiatannya lebih terarah, terkoordinir dan spesifik.
5.    Masjid Sebagai Pusat Informasi
Masjid Agung Tuban juga menjadi pusat informasi, yakni dengan mengadakan Perpustakaan. Ruang perpustakaan masjid Agung Tuban berada di lantai dasar (basement) di depan ruang kantor takmir, di depan ruang wudlu putri. Tujuan pengadaan ruang perpustakaan ini adalah menyediakan berbagai layanan informasi. Perpustakaan ini menyediakan berbagai koleksi buku, majalah dan sumber-sumber informasi lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan jamaah dan memperluas wawasannya.
Perpustakaan Masjid Agung Tuban yang berada di lantai basement, dapat dimanfaatkan oleh para jamaaah untuk mendalami ilmu pengetahuan keislaman, tafsir, hadits, fiqh dan buku-buku lain yang menambah wawasan keislaman. Meskipun koleksi perpustakaan Masjid Agung Tuban masih sangat terbatas, namun sudah dapat diakses oleh jamaah secara umum.
6.        Masjid Sebagai Pusat Perekonomian
Masjid Agung Tuban merupakan salah satu komponen fasilitas sosial, bangunan tempat berkumpul bagi sebagian besar umat Islam untuk melakukan ibadah. Tidak hanya ibadah mahdlah saja, tetapi masjid Agung Tuban juga mengedakan koprasi untuk para jamaahnya. Koprasi dibentuk sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan jamaahnya. Dengan mengadakan koprasi simpan pinjam syariah, maka diharapkan masyarakat sekitar masjid dan jamaah khususnya, dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka.
Tidak hanya koprasi yang menunjang perokonomian jamaah masjid Agung Tuban, tetapi dengan keberadaan makam Sunan Bonang yang berada di belakang masjid juga memberikan dampak ekonomi pada masyarakat. Disekitar masjid telah dibangun pusat perbelanjaan tradisional yang menyediakan berbagai souvenir khas Tuban. Penjual pakaian, makanan ringan, bahkan warung makan menjamur di seputar masjid Agung Tuban. Tidak hanya itu, adanya makam Sunan Bonang ini juga memberi lapangan pekerjaan tersendiri bagi para tukang becak. Ada ratusan orang yang menggantungkan hidupnya dari becak wisata makam Sunan Bonang. Hal ini sengaja diatur oleh Pemerintah Kabupaten, dengan memberikan lapangan parker bagi para peziarah yang berada agak jauh makam. Pengaturan tempat parkir ini dengan maksud memberikan lapangan pekerjaan kepada tukang becak tersebut.

IV.         PENUTUP
Masjid Agung Tuban sudah ada sejak jaman Sunan Bonang (sekitar tahun 1486) dan bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada sampai sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman, selebihnya bangunan ini sudah tidak berbekas lagi. Masjid Agung Tuban dibangun kembali pada tabun 1894 dan diresmikan oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo. Pendirian masjid ini hasil dari swadaya masyarakat dengan Pemda Tingkat II. Masjid ini merupakan masjid tertua dan terbesar di daerah tersebut. Masjid Agung Tuban pernah mengalami perbaikan secara total atas biaya swadaya masyarakat dan Pemda Tingkat II Tuban. Kemudian pada masa Bupati Tuban, Dra. H. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si, yang menjabat selama dua periode (2001-2006 dan 2006-2011), masjid Agung Tuban mengalami renovasi total.
Berdasarkan undang-undang Nomor 11 tahun 2010, masjid-masjid kuno yang sudah masuk dalam daftar Benda Cagar Budaya seharusnya dilestarikan dan di jaga. Oleh sebab itu kepada Pemerintah Kota maupun Kabupaten, jika akan melakukan pemugaran terhadap situs cagar budaya, maka juga harus mengacu pada Undang-undang BCB, jangan sampai merusak situs yang telah ditetapkan.
Pengurus masjid atau takmir Masjid Agung Tuban tidak menjadikan masjid hanya sebagai tempat ibadah ritual semata (salat rawatib, dzikir, I’tikaf), tetapi masjid telah dikembalikan fungsinya seperti seperti zaman Nabi, yaitu sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam.



DAFTAR PUSTAKA



Alba, Mundzirin Yusuf., 1993. Masjid Tradisional Di Jawa. Yogyakarta: Nur Cahya.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Masjid Kuno Indonesia, koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur.

Musa’adah, Umi., 1997. Masjid Agung Tuban : Studi Tentang Sejarah dan Bentuk Arsitekturnya. Skripsi pada Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Natsir, Muhammad. 1395 H. Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se-Dunia di Makkah, Jakarta: Perwakilan Rabitah Alam Islami.

Pijper, G.F. 1984, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1990-1950, Jakarta: Penerbit UI Press.

Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007.

Soeparmo, 1983. 700 Tahun Tuban, Pemda TK. II Kabupaten Tuban.

Syafwandi. 1985, Menara Masjid Kudus Dalam Tinjauan Sejarah Dan Arsitektur, Jakarta: Bulan Bintang.




Web Site :



Informan :
Ustadz Achmad Mawardi (41 th)
KH. Masduki (61 th)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar