SEJARAH,
BANGUNAN, DAN FUNGSI MASJID AGUNG TUBAN
JAWA TIMUR
Oleh
: Samidi
Balai Penelitian
dan Pengembangan Agama Semarang
E-mail : samidi.khalim@yahoo.co.id
Abstrak
Artikel ini merupakan
ringkasan penelitian tentang sejarah, bangunan, dan fungsi Masjid Agung Tuban
Jawa Timur. Penulis menggunakan pendekatan sejarah dan sosiologis dalam
melakukan penelitian tersebut. Adapun hasilnya diketahui bahwa Masjid
Agung Tuban sudah ada sejak jaman Sunan Bonang (sekitar tahun 1486) dan
bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada
sampai sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman (mihrab), selebihnya bangunan ini sudah
tidak berbekas lagi. Masjid Agung Tuban mengalami
beberapakali renovasi, bahkan dilakukan renovasi total (tahun 2004) yang
menghilangkan nilai historisitas dan orisinalitas masjid sebagai benda cagar
budaya. Bentuk bangunan Masjid Agung Tuban yang lama telah berganti dengan
bangunan baru yang lebih megah dan terlihat mewah. Meskipun demikian, pengurus masjid (takmir) Masjid Agung Tuban tidak menjadikan masjid hanya sebagai tempat
ibadah ritual semata (salat rawatib, dzikir, i’tikaf). Pengurus mencoba mengoptimalkan fungsi
masjid, dikembalikan fungsinya seperti seperti zaman Nabi, yaitu sebagai
pusat ibadah dan kebudayaan Islam.
Kata kunci: sejarah, bangunan, fungsi, Masjid
Agung Tuban
Abstract
This article is a summary of
research on the history, structure and functions of the Great Mosque of Tuban,
East Java. The author uses historical and sociological approach in conducting
the research. The result is known that the Great Mosque Tuban has existed since
time Sunan Bonang (circa 1486) and the shape is still very simple. The original
shape of the building of the mosque which still exist today this is the place
to Mihrab, other of the building has
not all gone. The Great Mosque of Tuban has several renovations, even made a
total renovation (2004), which eliminates the value of historicity and
originality of the mosque as a heritage. The shape of the building of the Great
Mosque Tuban long been replaced by a new building that is more magnificent and
luxurious look. Nevertheless, the board of the mosque (takmir) Great Mosque
Tuban not make the mosque only as a place of worship ritual alone (salat,
dhikr, i'tikaf). Board tries to optimize the function of the mosque, restored
functions such as time of the Prophet, namely as a center of worship and
Islamic culture.
Key words: history,
construction, function, the Great Mosque of Tuban.
I.
PENDAHULUAN
Proses penyebaran agama Islam tidak
dapat dilepaskan dari peran dan fungsi masjid. Demikian juga yang terjadi di
Jawa, masjid-masjid bersejarah yang berkaitan langsung dengan proses Islamisasi
di tanah Jawa masih banyak dijumpai sampai sekarang. Masjid-masjid tersebut
biasanya dikaitkan dengan tokoh pendiri dan penyebar agama Islam. Tokoh
Islamisasi yang cukup melegenda di Jawa adalah Walisongo (Sunan Ampel, Sunan
Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan
Kudus, Sunan Drajat, dan Syekh Maulana Maghribi). Bukti arkeologis keberadaan
para wali tersebut dan juga komunitas muslim ditandai dengan adanya bangunan
masjid dan juga makamnya. Keberadaan masjid sebagai bukti keberadaan agama
Islam sebagaimana diungkapkan oleh G.F. Pijper
“orang yang ingin menyelidiki kehidupan keagamaan di salah satu pulau di
Indonesia seperti Jawa, harus mulai dengan mempelajari masjid” (Pijper,
1985:14).
Fungsi utama sebuah masjid adalah untuk beribadah kepada Allah
Swt. Tidak hanya itu, masjid juga menjadi wadah yang paling strategis dalam
membina dan menggerakkan potensi umat Islam untuk mewujudkan Sumbar Daya
Manusia (SDM) yang tangguh dan berkualitas. Demikian juga yang dilakukan oleh
para wali dalam melakukan dakwah dan membina umat, menggunakan masjid sebagai
sentralnya. Peran Sunan Bonang atau Syekh Makhdum Ibrahim di Tuban dalam
mengislamkan tanah Jawa dan khususnya Kabupaten Tuban tidak dapat dipungkiri.
Salah satu peninggalan beliau yang masih lestari sampai sekarang ini adalah
masjid Agung Tuban. Selain masjid tersebut, juga terdapat makam kuno di
belakang masjid, yaitu makam Sunan Bonang itu sendiri. Lokasi makam dan masjid
Agung Tuban menurut penjelasan salah seorang takmir Masjid Agung Tuban, dulunya
bersatu. Kemudian pada masa kolonial dibuat terpisah, dengan maksud untuk
memecah belah umat Islam.
Masjid Agung Tuban
sebagai ikon dan kebanggaan masyarakat Tuban, kini dihadapkan pada berbagai
perubahan dan tantangan yang terus bergulir di lingkungan masyarakat. Isu globalisasi
dan informasi merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Pada
era globalisasi yang membuat masyarakat semakin cerdas, tentu akan memberikan
banyak implikasi, termasuk peluang dan tantangan kepada umat Islam. Sejalan
dengan itu, peran sentral masjid semakin dituntut agar mampu menampung dan
mengikuti segala perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Disisi lain, untuk
mewujudkan peran masjid sebagai sentral kegiatan, keberadaan masjid perlu
diimbangi dengan kualitas perencanaan fisik dan manajerial yang professional.
Oleh sebab itulah pemerintah Kabupaten Tuban melakukkn renovasi masjid Agung
Tuban secara besar-besaran. Sekarang, bangunan masjid tampak lebih indah dan
megah, tak kalah dengan masjid-masjid terkenal lainnya di penjuru nusantara.
Bahkan, Masjid Agung Tuban disebut-sebut menjadi salah satu masjid terindah di
Jawa Timur. Terlebih lagi di malam hari, keindahan bangunan seolah memancarkan
dongeng ’1001 Malam.’(http://bappeda.jatimprov.go.id/2012/08/07/keindahan-masjid-tuban/).
Renovasi masjid Agung Tuban yang merubah sebagian besar bangunan
asli masjid lama menimbulkan pro dan kontra. Ulama dan masyarakat Tuban banyak
yang menentang perubahan masjid tersebut, namun oleh pemerintah daerah
pembangunan masjid tetap dilaksanakan sampai selesai seperti yang sekarang ini.
Lepas dari pro dan kontra pembangunan masjid Agung Tuban, dapat dikatakan bahwa
umat Islam Tuban telah mampu membangun atau mendirikan masjid yang mewah dan
megah. Permasalahan yang timbul adalah kemampuan dan ghirah (semangat) umat Islam memakmurkan masjid tersebut masih
sangat minim. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya orang yang salat berjamaah
lima waktu di masjid, minimnya kegiatan keagamaan yang menggunakan masjid
sebagai tempat penyelenggaraan dan kegiatan sosial keagamaan. Selain itu
hal-hal yang menyangkut kepentingan umat, seperti kesehatan, pemberdayaan
ekonomi, santunan sosial dan sebagainya, belum dilakukan secara maksimal oleh
pengurus atau takmir masjid. Masjid seakan telah ditinggalkan oleh umatnya.
Kondisi semacam ini memerlukan upaya pemikiran agar masjid kembali menjadi
pusat Ibadah dan kegiatan sosial. Berbagai kegiatan masjid yang dikelola oleh
takmir hendaknya mampu meningkatkan kualitas umat Islam, baik dalam aspek
spiritual maupun kesejahteraan masyarakat.
Sidi Gazalba (1975:7) mengemukakan “Masjid sebagai pusat kegiatan
ibadah dan kebudayaan Islam.” Hal ini akan terlaksana apabila dalam pelaksanaan
pembangunan masjid lokasi, tata ruang dirancang untuk menjalankan fungsi masjid
secara optimal, dan pengelolaan masjid diselenggarakan dengan manajerial yang
professional. Sehingga masjid yang selama ini hanya dijadikan sebagi tempat
ibadah, fungsi masjid akan terlaksana secara optimal. Sebagaimana fungsi masjid
pada awal-awal kelahiran Islam. Tentu saja dalam prakteknya dapat dikembangkan
inovasi dan kreativitas yang disesuaikan dengan pekembangan masyarakat. Dengan
demikian masjid menjadi dinamis dalam menunjang pemberdayaan kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis menganggap pentingnya penulisan sejarah masjid Agung
Tuban, masjid yang dibangun pada awal penyebaran agama Islam di Kota Tuban Jawa Timur.
Masjid yang memiliki nilai-nilai sejarah dan fungsi keberagamaan pada masa awal
penyiaran agama Islam di Tanah Jawa (khususnya daerah Tuban), namun kini telah
mengalami perubahan yang cukup signifikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB). Selain
sisi sejarah, bentuk bangunan atau arsitektural masjid juga menjadi bahan
kajian. Bentuk bangunan masjid yang telah mengalami beberapa kali perubahan
dapat menjadi bukti adanya dinamika penggunaan atau fungsi masjid bagi
masyarakat pada masanya. Seiring dengan perubahan generasi, zaman, dan kondisi sosiologis
masyarakat Tuban, tidak menutup kemungkinan masjid Agung Tuban mengalami
perubahan-perubahan fungsi. Oleh sebab itu, peran dan fungsi masjid Agung Tuban
juga menjadi pembahasan tersendiri.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah dan sosiologis. Pendekatan sejarah digunakan untuk mengungungkapkan
sejarah dan fungsi Masjid Agung Tuban pada masa lampau. Data-data penelitian dikumpulkan dengan
menggunakan metode observasi (pengamatan) dan wawancara untuk menjawab permasalahan penelitian.
Pendekatan sejarah
dalam penelitian ini yang dimaksud adalah berbagai peristiwa masa lalu. Sejarah
dalam bahasa Inggris disebut dengan “History”.
Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu historia yang berarti: inkuiri (inquiry),
wawancara (interview), interogasi
dari seorang saksi-mata, dan juga laporan mengenai hasil-hasil tindakan
itu; seorang saksi (witness), seorang hakim (judge),
seorang yang tahu. Secara semantik kata sejarah berasal dari bahasa arab Syajaratun,
yang artinya adalah pohon (Sjamsuddin, 2007:1-4).
Sebagai sebuah kajian, sejarah tidak pernah statis.
Selama berabad-abad istilah history
(sejarah) mendapatkan sejumlah pengertian dasar. Menurut Topolski (dalam
Sjamsuddin, 2007:9), ada tiga pengertian dasar: (1) sejarah sebagai
peristiwa-peristiwa masa lalu (past event);
(2) sejarah sebagai pelaksana riset yang dilakukan oleh seorang sejarawan; (3)
sejarah sebagai suatu hasil dari pelaksanaan riset semacam itu, yaitu
seperangkat pernyataan-pernyataan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu atau
biasa disebut dengan historiografi. Sedangkan pokok kajian sejarah adalah segala hal yang berkaitan dengan manusia yang
memiliki makna sosial yang terjadi di dalam waktu.
Dalam kaitannya dengan ilmu sejarah, metode sejarah
berarti bagaimana mengetahui sejarah itu sendiri. Jika dikaitkan dengan
penelitian tentang sejarah masjid, berarti bagaimana mengetahui sejarah masjid
tersebut. Penelitian ini menempuh cara-cara sistematis prosedur penyelidikan
dengan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mengunpulkan bahan-bahan
sejarah masjid, baik dari arsip-arsip yang ada maupun wawancara dengan para
tokoh yang masih hidup, atau orang-orang yang dekat dengan tokoh-tokoh
tersebut, sehingga dapat terkumpul data selengkap mungkin.
Adapun pendekatan
sosiologis digunakan untuk mendeskripsikan tata ruang dan
bentuk bangunan lama (sebelum renovasi) dan mengungkapkan
fungsi-fungsi masjid pada era sekarang ini. Masjid Agung Tuban di era modern yang sudah
mengalami renovasi total dari bentuk lamanya, dengan harapan apakah ada
perubahan fungsi masjid ketika belum direnovasi dengan sudah direnovasi.
III.
SEJARAH, BANGUNAN, DAN FUNGSI
MASJID AGUNG TUBAN
Sejarah Masjid
Agung Tuban
Asal-usul pendirian Masjid Agung Kabupaten Tuban,
kurang memiliki memiliki data kuat. Ini disebabkan disamping orang-orang yang
hidup di jaman itu sudah banyak yang meninggal, juga tidak ada data yang
tertulis tentang sejarah berdirinya masjid Agung tersebut. Namun kami berusaha
sedapat mungkin untuk memperoleh data-data, baik itu wawancara langsung dengan nara
sumber (orang-orang yang dipandang kompeten), dan pencarian data yang berbentuk
tulisan (naskah), prasasti, dan
lain-lain.
Masjid Agung Tuban diperkirakan
dibangun pada
tahun
1894 dan diresmikan oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo.
Pendirian masjid ini hasil dari swadaya masyarakat dengan Pemda Tingkat II.
Masjid ini merupakan masjid tertua dan terbesar di daerah tersebut. Masjid
Agung Tuban pernah mengalami perbaikan secara total atas biaya swadaya masyarakat
dan Pemda Tingkat II Tuban.
Sebelum menjadi masjid Agung Kabupaten Tuban,
masjid ini dahulunya berada di belakang masjid Agung yang sekarang. Masjid yang
asli ini sudah ada sejak jaman Sunan Bonang yaitu salah seorang penyiar agama
Islam yang pertama - tama di pulau Jawa, yaitu sekitar tahun 1486 dan bentuknya
masih sangat sederhana. Bentuknya asli bangunan masjid yang masih ada sampai
sekarang ini adalah tempat untuk pengimaman, selebihnya bangunan ini sudah
tidak berbekas lagi (wawancara dengan Ustadz Achmad Mawardi, pada 28 Juli
2012). Selain itu sumur yang dahulu digunakan untuk masjid lama juga masih
difungsikan, yang sekarang berada di belakang masjid. Karena mengingat
bentuknya yang kurang memadai maka masjid tersebut dirobohkan dan dibangunlah
masjid baru yang lebih besar dengan konsep baru, yang letaknya agak ke depan
dari masjid yang lama. Sisa-sisa masjid yang lama tersebut tanahnya dibuat
untuk makam, yang kemudian banyak tumbuh pohon pisang.
Di sana juga terdapat sumur al-Qur’an, menurut
keterangan Achmad Mawardi, sumur tersebut dulunya digunakan pada masa yang
masjid lama, tetapi karena airnya tidak mencukupi maka dibuatlah sumur baru
(yang sekarang berada di belakang masjid). Sumur mati itu kemudian digunakan
oleh takmir dan pengurus makam untuk membakar al-Qur’an - al-Qur’an yang sudah
rusak, maka kemudian dinamai sumur al Qur’an (wawancara dengan Ust. Achmad
Mawardi, pada 29 Juli 2012).
Kembali pada sejarah berdirinya Masjid Agung
Kabupaten Tuban, bahwa masjid ini didirikan pada hari akhad tanggal 29 Juli
1894 yaitu sekitar abad ke-19 oleh Raden Toemenggoeng Koesoemodikdo yang
menjadi Bupati Tuban pada waktu itu. Hal ini dapat kita lihat pada peninggalan
prasasti yang sampai sekarang masih terawat dengan baik dan berada di depan bangunan
masjid. Tulisan tersebut masih menggunakan ejaan lama dan bahasanya mungkin
kurang dimengerti oleh sebagian masyarakat. Dimana tulisan tersebut diukir
dalam sebuah prasasti yang sekarang diletakkan di depan masjid, diapit oleh dua
buah pilar sisi kanan serambi masjid. Prasasti tentang peresmian masjid Agung
Tuban adalah sebagai berikut :
Batoe
pertama dari inie missigit
dipasang
pada hari Ahad tanggal 29 Yulie 1894, oleh Raden
Toemenggoeng
Boepati Toeban. Ini terbikin oleh toewan
Opzichter
B.O.W. H.M. TOXOPEUS.

Foto Prasasti peresmian Masjid Agung Tuban tahun 1894
(dok.penulis)
Maksud dari prasati peresmian masjid tersebut
adalah :
Batu
yang pertama dari masjid ini atau peletakan batu pertama dilaksanakan pada hari
akhad tanggal 29 Juli 1894 oleh Bupati Tuban Raden Tumenggung Kusumodikdo.
Masjid ini dibuat oleh Toewan Opzihter B.O.W H.M. Toxopeus. Tertera kata Opzichter pada prasasti
tersebut yang berarti pengawas, sedangkan B.O.W. singakatan dari Burgerlijke Openbare
Werken, yaitu Dinas Pekerjaan Umum pada jaman
Belanda.
Raden Toemenggoeng Koesoemodikdo adalah Bupati
Tuban yang ke-35. Beliau adalah menantu dari Raden Mas Sumobroto yang menjadi
Bupati ke-34 tahun 1892, dan setelah memerintah empat bulan mangkat, dan
jenazahnya dimakamkan di makam Astana Bonang. Setelah Mas Somobroto mangkat
lalu diganti oleh Raden Toemenggoeng Koesoemodikdo tersebut beliau mangkat
setelah memerintah selama 16 tahun (1899-1911) dan jenazahnya dimakamkan di
Astana Makampati Tuban (Suparmo, 1983:50).
Sedangkan status tanah yang dipakai untuk membangun
masjid adalah tanah yang statusnya masih belum tertulis. Pada waktu
pemerintahan dipegang oleh Hindia Belanda baru tanah tersebut diserahkan pada
negara dan diakui sebagai tanah negara oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah
kemerdekaan tanah masjid tersebut diserahkan kepada masjid dan dijadikan tanah
wakaf (Musa’adah,
1997:31).
Pembangunan Masjid Agung pada waktu itu
dilaksanakan secara gotong-royong oleh semua masyarakat Islam yang ada di
Tuban, baik itu dari desa maupun masyarakat kota, tua muda, laki-laki maupun
perempuan semuanya turut serta dalam pembangunan masjid tersebut dengan
dipimpin oleh ulama’ dan umaro’. Pembangunan masjid tersebut adalah murni hasil
dari gotong-royong masyarakat Tuban seluruhnya.
Dan setelah pembangunan Masjid Agung tersebut
muncullah masjid tua -lainnya yaitu masjid yang berada di kecamatan Merakurak
yaitu masjid Semigit, masjid Jami’ Sunan Bejagung yang ada di Kecamatan
Semanding yang didirikan oleh KH. As'ari yang beliau adalah, modin di daerah
tersebut. Kemudian masjid Stono yang ada di Kecamatan
Jenu dan Masjid Demari yang berada di Kecamatan Palang (Musa’adah, 1997:33).
Masjid Agung tersebut dahulu pada jaman Belanda
terdapat sebuah ruangan yang disebut Sosited atau kamar Bola yaitu ruangan yang
dipakai dansa oleh Belanda yang letaknya di pinggir masjid yang dahulu dipakai
Madrasah Ulum. Tetapi karena dirasa tempat tersebut sangat mengganggu sekali
terutama pada waktu umat Islam sedang melakukan salat Jum'at menjadi terganggu
yang akhirnya kamar bola tersebut dipindah di Kambang Putih oleh Mbah Kaprawi
yang pada waktu itu menjabat sebagai Penghulu (wawancara dengan KH. Masduki,
pada 3 September 2012).
Pada perkembangannya Masjid Agung Kabupaten Tuban
yang dibangun tahun 1894 sudah di rehab sebagian kecil. Mengingat masjid
tersebut dari waktu ke waktu kurang memenuhi syarat untuk menampung jama'ah,
maka dilakukan penambahan bangunan tersebut dilaksanakan pada masa pemerintahan
Bupati Juwairi Martoprawiro (1985-1991).
Sebelum terjadi penambahan tersebut dulunya yang
terletak di sebelah barat dari masjid adalah SMP Mu'alimin, dan sebelah utara
ditempati Madrasah Ulum, Kantor Pengadilan Agama dan Kantor Departemen Agama.
Dan setelah terjadi penambahan tersebut SMP Mu'alimin di pindah di Makam Agung,
Madrasah Mum dipindah di Karangsari, Kantor Pengadilan Agama dipindah di jalan
Sunan Kalijaga dan Kantor Depag dipindah di jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Dan setelah selesai dilaksanakan pemugaran dan
penambahan masjid Agung Kabupaten Tuban yang selanjutnya diresmikan oleh wakil
Gubernur KDH. TK I Jatim Trimarjono SH pada tahun
1987. Ini sesuai dengan prasasti yang berada di depan masjid, yang berada
diantara dua pilar sisi kiri.

Foto
Prasati Peresmian Masjid Agung Tuban tahun 1987 (dok.penulis)
Dulunya masjid ini namanya bukan masjid Agung
tetapi masjid Jami'. Dan karena tingkatannya berada di tingkat Kabupaten maka
sekitar tahun 1970 diganti nama menjadi masjid Agung. Ini sesuai dengan
musyawarah masjid DKI Jakarta pada tanggal 3 - 4 tahun 1971 dusun tingkatan
masjid disini bukanlah untuk membedakan status jama'ah melainkan sebagai akibat
logis dari pola perkotaan dan konsentrasi jama'ah sehingga masjid dapat dicapai
dalam jarak yang nyaman dari lingkungan pemukiman atau tempat bekerja.
Pada waktu berdirinya masjid "Agung" ini
belum ada pembentukan takmir, jadi yang berhak mengurusi masjid dipimpin
langsung oleh seorang penghulu. Dan pada waktu itu takmir pertamanya di Tuban
adalah Bapak KH. Murtaji beserta stafnya. Baru pada tahun 1974 dibentuklah takmir
dan sebagai ketuanya adalah Ketua DPRD TK II Tuban dan sebagai pelindung adalah
Bupati Tuban. Adapun instansi-instansi yang terkait dalam pemeliharaan masjid
Agung adalah Depertemen Agama, Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah
TK. II Kabupaten Tuban.
Bangunan Masjid Agung Tuban

Peresmian
Masjid Agung Tuban oleh Raden Tumenggung Koesoemodikdo pada 29 Juli 1894 (arsip
Takmir Masjid Agung Tuban)
Bentuk bangunan Masjid Agung Tuban pada dulu,
sebelum dilakukan renovasi total tahun 2004, dapat penulis uraikan beberapa
bagian utamanya saja. Adapun tata ruang bangunan masjid lama dapat penulis
uraikan menjadi tata ruang dalam dan kondisi ruang tersebut. Tata ruang dalam
yang di maksud dalam penelitian ini adalah ukuran tiap-tiap ruangan yang ada di
dalam masjid. Ruang tersebut meliputi ruang utama, mihrab, serambi kanan dan
kiri, dan tempat wudlu bagi jamaah putra dan putri yang dipisah.
Kondisi ruangan di dalam masjid Agung Tuban
sangatlah sejuk. Penerangan alami dimanfaatkan seoptimal mungkin, dengan
memakai jendela-jendela yang berukuran cukup besar yang tersebar merata di
semua ruang utama. Terdapat empat buah jendela di serambi kanan dan serambi kiri
masing-masing tiga buah, sehingga bisa memanfaatkan cahaya matahari secukupnya.
Selain itu penerangan malam hari atau jika suasana mendung, terdapat penerangan
buatan yang berupa lampu-lampu neon dan lampu pijar listrik. Dengan demikian
untuk bangunan yang cukup besar ini suasana penerangannya menjadi agak temaram,
sehingga menambah kenikmatan ruang suci ini.
Ventilasi
atau lubang untuk sirkulasi udara cukup mendukung. Penghawaan masjid cukup baik
juga, sebab cukup banyak loster untuk sirkulasi udara yang merata ke semua
dinding ruangan. Di dalam ruang utama terdapat pintu-pintu yang membatasi
serambi kanan dan kiri. Selain itu juga terdapat pintu yang membatasi ruang
utama dengan pintu masuknya, terdapat pula pintu pagar besi sehingga angin
dapat masuk dengan mudah disamping udara dari jendela-jendela. Jadi dalam ruang
masjid terdapat penghawaan alami yang cukup baik. Dan juga terdapat beberapa
kipas angin listrik yang dipasang di langit-langit yang ikut membantu
pengaliran udara terutama pada saat angin tidak berhembus.
Lokasi masjid yang berada dekat jalan raya, yaitu
di alun-alun kota Tuban, sering mendapatkan suara-suara yang dapat mengganggu
kekhusukan salat. Oleh sebab itu, posisi masjid ditempatkan sedemikian rupa agak
menjorok ke dalam agar frekuensi kebisingan menjadi kecil. Tata suara didalam
bangunan tertata dengan baik, dengan pengeras suara yang tersebar merata di
langit-langit liwan dan langit-langit serambi, sehingga suara dari mimbar dan
mihrab dapat terdengar oleh para jamaah dengan baik dan jelas.
Lantai bangunan tersebut terbuat dari marmer yang halus, licin dan
sejuk, yang di datangkan langsung dari Itali. Marmer lantai Masjid Agung Tuban
memiliki nilai kemewahan tersendiri, selain itu juga marmer tersebut juga tidak
terlalu menyerap air tanah dan tahan lama untuk ukuran waktu yang agak lama.
Pada bagian dalam ruangan atau tempat shalat
terdapat empat Saka (tiang) utama
yang sangat besar. berdiameter ± l meter. Selain itu di serambi kanan dan kiri
masing-masing terdapat 3 (tiga) tiang, selain sebagai soko guru juga memberikan kesan megah pada bangunan itu. Soko guru
mengambil dari tradisional Jawa tapi dibentuk dengan model Belanda (Musa’adah, 1997:37).
Kondisi masjid Agung Tuban semakin asri dengan
adanya berbagai ornamen yang menghiasi sekeliling masjid. Pemakaian ornament
pada bangunan masjid Agung Tuban tidaklah terlalu menonjol. Pada masa renovasi
awal, dengan melakukan perluasan serambi, yang diresmikan oleh Wakil Gubernur
Jawa Timur, sudah ada pemahaman bahwa masjid harus di tampilkan dalam bentuknya
yang sederhana. Hal ini terlihat dengan pemakaian ornamen atau hiasan dinding
yang terbatas pada tempat-tempat tertentu saja, misalnya pada mimbar dan
serambi masjid.
Ciri
khas Masjid
Agung Tuban ini tampak pada hiasan kaligrafi yang berada
di beberapa ruangan masjid. Perhiasan yang paling sederhana
adalah nama-nama suci yang ditulis pada tembok. Tembok dinding atap di dalam masjid betuliskan Nabi
Muhammad, yang kiri dan kanan nama empat khalifah yang pertama, Abu Bakar, Umar
Utsam, dan Ali. Tulisan
kaligrafi tersebut sama seperti
masjid-masjid di Jawa pada masa awal Islam hadir. Tulisan kaligrafi atau
ornamen Muhammad dan keempat sahabatnya tersebut juga terdapat di Masjid Agung Garut dan di serambi masjid Kebumen Jawa
Tengah (Pijper, 1984:38).
Ornament-ornament
yang ada di masjid Agung Kabupaten Tuban tidak begitu menonjol dan ini
menunjukkan kesederhanaannya pada masjid ini. Ornament pada bangunan masjid ini
terdapat pada lengkungan-lengkungan atas mimbar dan mihrab yaitu berupa
kalimatkalimat Al-Qur'an yang diukir dengan bagus dan rapi dan dicat dengan
warna emas. Diantara tulisan-tulisan Arab tersebut terdapat kalimat Al-Qur'an
surat Al-Fath ayat 1-2.
Selain itu juga pada bagian tengah atas terdapat
tulisan Arab ditembok yang bentuknya bulat dengan warna dasar biru dan tulisan
Arab tersebut dicat dengan warna emas dengan bentuk melingkar sebanyak empat
buah. Dikanan-kiri terdapat tulisan Allah dan diatas bawah nama empat khalifah
yang pertama, Abu Bakar, Umar, Usman
dan Ali.
Semua tiang bagian atas bangunan masjid Agung
dihiasi dengan bentuk bunga teratai yang melambangkan kesuburan dan
ditengah-tengah terdapat lampu penghias yang besar dan antik. Ornamen tersebut
merupakan hiasan yang mempercantik masjid. Bahkan lampu-lampu antik yang
dipasang juga memiliki karisma tersendiri ketika malam hari. Dengan cahayanya
yang sedikit redup, suasana sakral ketika masuk masjid begitu terasa.
Setelah menguraikan tentang kondisi dan tata ruang
masjid, maka penulis akan menguraikan bentuk-bentuk bangunan utama masjid Agung
Tuban. Gambaran singkat mengenai bentuk bangunan utama masjid Agung Kabupaten
Tuban meliputi kubah, menara, mimbar, mihrab, liwan (ruang utama), ruang wudlu,
serambi, dan gapura.
Kubah sebagai salah satu bentuk atap yang dominan
pada bangunan-bangunan masjid di Timur Tengah. Bentuk kubah yang ada di masjid
Agung Kabupaten Tuban ini adalah memakai bentuk atap kubah yang bentuknya
melengkung setengah bulatan atau istilahnya adalah model kubah bawang
terpancung dan merupakan aliran Persi yang diatasnya diberi semacam mustaka
berwujud bulan sabit dan bintang, dimana bentuk bulan sabit melambangkan awal
pertumbuhan dan perkembangan agama Islam, sedangkan bintang adalah lambang
harapan suci, harapan yang penuh dengan keberkahan, penuh kecemerlangan. Bentuk
atap kubah ini terbuat dari baja sehingga sangat kuat dan tahan lama. Sedangkan
gentengnya dari tegola (sejenis fiber) kelas prima dan dipinggir gentingnya
dipasang pelana untuk menambah kesan indah dan anggun.
Pada awalnya masjid-masjid tradisional di Jawa
tidak mengenal adanya menara, kecuali masjid Kudus yang sejak dahulu sudah
mempunyai menara, yang coraknya masih berbau kebudayaan Hindu. Dalam sejarah,
menara sebagai bagian dari bangunan masjid umurnya relatif muda, sebab menara
merupakan bagian yang ditambahkan kemudian (Syafwandi, 1985:135).
Menara pada masjid Agung Kabupaten Tuban ini
merupakan salah satu bagian dari masjid yang berfungsi sebagai alat
pengumandang adzan. Bangunan ini dibangun pada zaman pemerintahan/Bupati
Koesoemodikdo. Menara ini berbentuk persegi enam dan tingginya kurang lebih 15
M. Menara ini merupakan aliran Belanda, ini bisa kita lihat dari bentuk
bangunanya, tiang-tiangnya dan bentuk atapnya. Tetapi sayang menara ini
sekarang sudah tidak berfungsi lagi.
Mimbar selalu terletak disebelah kanan mihrab. Ada
mimbar yang terbuat dari kayu dan ada pula yang terbuat dari batu. Ada juga
yang dibuat dari kayu dan batu. Mimbar yang dari kayu kadang-kadang diletakkan
dibagian dalam sebelah kanan mihrab atau kalau mihrabnya lebih dari satu
diletakkan di dalam mihrab yang kanan. Tempat mimbar dalam bahasa Jawa disebut
pengimbaran, dalam bahasa Sunda disebut Paimbaran (Pijper, 1984:28).
Pada masjid Agung Kabupaten Tuban, mimbarnya
terletak disebelah kanan mihrab. Mimbar ini dibangun di lengkungan kanan yang
terdiri dari tiga anak tangga dan sebuah tempat duduk untuk khatib. Di Jawa
mimbar yang beranak tangga tiga adalah umum. Dan anak tangga itu ada yang dua,
tiga, empat sampai lima, ada juga yang hanya mempunyai anak tangga satu. Tiga
anak tangga yang ada di mihrab ini terbuat dari marmer yang bagus dan kuat.
Tiangnya dan bagian atasnya dihias dengan huruf Arab.
Mihrab yang merupakan bagian dari masjid, sering
juga bentuknya seperti lengkungan pintu mati, biasanya terletak disebelah kiri
mimbar. Di Jawa mihrab biasanya disebut dengan pengimaman dan di Sunda disebut
Paimanan (tempat Imam) (Alba,
1993:23). Pada masjid Agung Kabupaten Tuban mempunyai suatu mihrab yang
berbentuk lengkungan dengan model lengkung Arab dengan diameter 1 M dengan
tinggi berkisar 6 - 7 M, dinding mihrab terbuat dari semen. Di dinding mihrab
terdapat sebuah lengkungan bundar yang dilapisi kaca dan sinar matahari dapat
masuk ke dinding mihrab tersebut, tetapi tidak secara langsung. Hal ini selain
menghemat penerangan buatan juga memberikan kesan modern pada bangunan masjid.
Secara fungsional memang terdapat perbedaan antara
ruang utama dengan ruang serambi, khususnya masjid Agung Kabupaten Tuban ini
dengan maksud untuk membedakan antara ruang utama sebagai bangunan asli dan
serambi sebagai bangunan tambahan. Sisi lain ruang utama, cenderung berfungsi
sebagai tempat ibadah, khususnya salat berjama'ah, sehingga bersifat sakral.
Fungsi Masjid Agung Tuban di Era
Modern

Masjid Agung Tuban Setelah Renovasi tahun 2004 (dok. Penulis)
Setelah mengalami beberapa kali renovasi dan yang terakhir
pada tahun 2004, maka pada saat ini fungsi masdjid Agung tuban adalah sebagai
berikut:
- Masjid Sebagai Tempat Ibadah
Sesuai dengan salah satu
fungsinya, masjid adalah sebagai tempat ibadah dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Pelaksanaan ibadah terutama salat wajib harus dilaksanakan tepat
waktu dan berjamaah. Fungsi ibadah ini sudah dijalankan secara baik oleh
pengurus Takmir Majid Agung Tuban. Takmir menyadari bahwa penegakan salat lima
waktu hanyalah semata-mata bagi orang-orang yang ingin memperoleh keridlaan
Allah SWT. Untuk menjaga ketepatan waktu dan tertibnya salat berjamaah
keberadaan Imam tetap yang senantiasa berada di tempat sangat dibutuhkan,
sehingga disusunlah jadwal imam rawatib oleh takmir.
Orang yang adzan atau mu’adzin
di Masjid Agung Tuban merupakan orang pilihan. Dipilih karena memiliki suara
bagus (qori’) serta memahami tartil Qur’an, sehingga membuat orang yang
mendengarnya akan merasa nyaman. Para petugas penegak salat lima waktu seperti
Imam dan Mu’adzin sditunjuk oleh pengurus masjid untuk menjalankan tugas
tersebut, termasuk tenaga cadangan bila yang bersangkutan berhalangan.
Keberadaan Imam masjid merupakan orang-orang terpilih dan disenangi oleh
masyarakat. Artinya, untuk menjadi seorang imam rawatib Masjid Agung Tuban
haruslah memenuhi syarat atau kriteria tertentu. Diantara syarat menjadi imam
adalah, alim (berakhlak mulia), faqih (menguasai ilmu agama), tartil (bacaan
al-Qur’annya bagus) bahkan hafidz (hafal al-Qur’an), dan mukim (menetap).
Disenangi oleh masyarakat
menjadi salah satu syarat imam, sebab orang yang dibenci oleh masyarakat
(banyak orang) berkaitan dengan masalah agama dan pribadinya tidak layak
dipilih. Seorang Imam hendaknya dapat menjadi suri tauladan bagi jamaahnya,
jujur, tawadhuk atau berakhlak mulia dan dapat merefleksikan ajaran Islam dalam
kehidupannya. Dengan demikian keberadaan mereka akan mengangkat citra baik
keberadaan masjid sebagai tempat ibadah.
Adapun yang bertugas
menjadi imam rawatib Masjid Agung Tuban dijadwal berdasarkan hari. Setiap hari
seorang imam bertanggungjawab terhadap pelaksanaan salat jamaah 5 waktu. Adapun
imam rawatib tersebut adalah sebagai berikut: KH. Muhyiq Faqih; KH. Masduki
Nursyamsi; H. Hanafi; H. Ashabul Yamin; Ust. Mujabul Marom; Imam Turmudzi; dan
Ust. Imam Syafii.
- Masjid Sebagai Pembinaan Mental Spiritual
Masjid Agung Tuban menyelenggarakan
berbagai macam kegiatan pengajian, baik itu yang harian, mingguan, maupun
tahunan. Semua bentuk pengajian pada dasarnya adalah untuk meningkatkan iman
dan takwa para jamaah. Pengajian juga dimaksudkan untuk membina mental dan
spiritual jamaah Takmir Masjid Agung Tuban. Pengajian-pengajian yang
diselenggarakan oleh Takmir Masjid Agung Tuban bentuknya berupa kajian kitab
sebelum salat Magrib, kuliah subuh sesudah salat subuh berjamaah, kuliah dhuha
setiap minggu pagi, dan pengajian khusus membahas kitab-kitab tertentu.
Pengajian semacam ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan
tentang ajaran Islam, sehingga jamaah datang ke masjid tidak hanya melaksanakan
ibadah rutin, tetapi mereka dapat menembah ilmu pengetahuan agama, mempererat
tali ukhuwah Islamiyah dan dapat meningkatkan ghirah atau semangat dalam pengamalan ajaran agama di masyarakat.
3.
Masjid Sebagai Tempat Pendidikan
Masjid Agung Tuban menyelenggarakan
Pendidikan al-Qur’an dan Qira’ah. Program pendidikan al-Qur’an dilembagakan
dalam wadah Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), sebagai wadah pembinaan jamaah yang
dikhususkan bagi anak-anak. Qira’ah diperuntukkan bagi kaum remaja. Sebagai
penunjang pendidikan lain, masjid Agung Tuban juga mengadakan kegiatan jangka
pendek (program kilat) seperti pelatihan muballigh, pesantren kilat, pelatihan
jurnalistik, dan kursus ketrampilan. Selain itu juga ada program bulanan
seperti kursus bahasa Arab, dan pendidikan jangka panjang khusus untuk
anak-anak.
Pendidikan khusus
anak-anak adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). System pembelajaran
al-Qur’an Masjid Agung Tuban menggunakan buku panduan dan jadwal tersendiri,
menggunakan metode Iqra’ yang direkomendasikan oleh takmir. Program ini sejalan
dengan program Kementerian Agama yang mencanangkan pemberantasan buta huruf
al-Qur’an bagi masyarakat, khususnya anak-anak muslim, kegiatan ini
diselenggarakan untuk membantu para orang tua muslim yang tidak mampu mendidik
bacaan al-Qur’an putra-putrinya di tengah keluarga, sehingga Taman Pendidikan
Al-Qur’an ini dapat membantu mereka mengajarkan al-Qur’an. Effektifitas
kegiatan pembelajaran sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara guru dan orang
tua dalam penyelenggaraan kegiatan ini.
4.
Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan
Pembinaan Remaja dan
Anak-anak. Hal ini amat penting, mengingat para remaja dan anak-anak amat mudah
terbawa pengaruh buruk lingkungannya, terutama dari media elektronik, seperti
televisi, VCD, internet, media surat kabar, majalah dan sebagainya. Kegiatan
bagi remaja dan anak-anak tidak cukup untuk ceramah-ceramah bahkan ceramah
tidak menarik bagi mereka, oleh karena itu, kegiatan bagi remaja dengan
memadukan antara pembinaan agama dan kegiatan penyaluran hoby seperti kesenian
islami (rebana), festival, olah raga, tadabur alam, dan kegiatan yang menunjang
ketrampilan. Semuanya kegiatan diupayakan untuk dapat meningkatkan kualitas
iman, ilmu dan amal. Untuk menampung aktivitas kegiatan remaja masjid, pengurus
masjid Agung Tuban telah membentuk organisasi Remaja Islam Masjid (RISMA), agar
program kegiatannya lebih terarah, terkoordinir dan spesifik.
5.
Masjid Sebagai Pusat Informasi
Masjid Agung Tuban juga
menjadi pusat informasi, yakni dengan mengadakan Perpustakaan. Ruang
perpustakaan masjid Agung Tuban berada di lantai dasar (basement) di depan
ruang kantor takmir, di depan ruang wudlu putri. Tujuan pengadaan ruang
perpustakaan ini adalah menyediakan berbagai layanan informasi. Perpustakaan
ini menyediakan berbagai koleksi buku, majalah dan sumber-sumber informasi
lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan jamaah dan memperluas wawasannya.
Perpustakaan Masjid
Agung Tuban yang berada di lantai basement, dapat dimanfaatkan oleh para
jamaaah untuk mendalami ilmu pengetahuan keislaman, tafsir, hadits, fiqh dan
buku-buku lain yang menambah wawasan keislaman. Meskipun koleksi perpustakaan
Masjid Agung Tuban masih sangat terbatas, namun sudah dapat diakses oleh jamaah
secara umum.
6.
Masjid Sebagai Pusat Perekonomian
Masjid Agung Tuban
merupakan salah satu komponen fasilitas sosial, bangunan tempat berkumpul bagi
sebagian besar umat Islam untuk melakukan ibadah. Tidak hanya ibadah mahdlah
saja, tetapi masjid Agung Tuban juga mengedakan koprasi untuk para jamaahnya.
Koprasi dibentuk sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan jamaahnya.
Dengan mengadakan koprasi simpan pinjam syariah, maka diharapkan masyarakat
sekitar masjid dan jamaah khususnya, dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka.
Tidak hanya koprasi yang
menunjang perokonomian jamaah masjid Agung Tuban, tetapi dengan keberadaan
makam Sunan Bonang yang berada di belakang masjid juga memberikan dampak
ekonomi pada masyarakat. Disekitar masjid telah dibangun pusat perbelanjaan
tradisional yang menyediakan berbagai souvenir khas Tuban. Penjual pakaian,
makanan ringan, bahkan warung makan menjamur di seputar masjid Agung Tuban.
Tidak hanya itu, adanya makam Sunan Bonang ini juga memberi lapangan pekerjaan
tersendiri bagi para tukang becak. Ada ratusan orang yang menggantungkan
hidupnya dari becak wisata makam Sunan Bonang. Hal ini sengaja diatur oleh
Pemerintah Kabupaten, dengan memberikan lapangan parker bagi para peziarah yang
berada agak jauh makam. Pengaturan tempat parkir ini dengan maksud memberikan
lapangan pekerjaan kepada tukang becak tersebut.
IV.
PENUTUP
Masjid Agung Tuban sudah ada sejak jaman Sunan
Bonang (sekitar tahun 1486) dan bentuknya masih sangat sederhana. Bentuknya asli
bangunan masjid yang masih ada sampai sekarang ini adalah tempat untuk
pengimaman, selebihnya bangunan ini sudah tidak berbekas lagi. Masjid
Agung Tuban dibangun
kembali pada tabun 1894 dan diresmikan oleh Bupati Tuban
Raden Tumenggung Kusumodikdo. Pendirian masjid ini hasil dari swadaya
masyarakat dengan Pemda Tingkat II. Masjid ini merupakan masjid tertua dan
terbesar di daerah tersebut. Masjid Agung Tuban pernah mengalami perbaikan
secara total atas biaya swadaya masyarakat dan Pemda Tingkat II Tuban. Kemudian pada masa Bupati Tuban, Dra. H. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si,
yang menjabat selama dua periode (2001-2006 dan 2006-2011), masjid Agung Tuban mengalami
renovasi total.
Berdasarkan undang-undang Nomor 11
tahun 2010, masjid-masjid kuno yang sudah masuk dalam daftar Benda Cagar Budaya
seharusnya dilestarikan dan di jaga. Oleh sebab itu kepada Pemerintah Kota
maupun Kabupaten, jika akan melakukan pemugaran terhadap situs cagar budaya, maka
juga harus mengacu pada Undang-undang BCB, jangan sampai merusak situs yang
telah ditetapkan.
Pengurus masjid atau takmir Masjid
Agung Tuban tidak menjadikan masjid hanya sebagai tempat ibadah ritual semata
(salat rawatib, dzikir, I’tikaf), tetapi masjid telah dikembalikan fungsinya
seperti seperti zaman Nabi, yaitu sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Alba, Mundzirin Yusuf., 1993. Masjid
Tradisional Di Jawa. Yogyakarta: Nur Cahya.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Masjid Kuno Indonesia, koleksi Deposit
– Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur.
Musa’adah,
Umi., 1997. Masjid Agung Tuban : Studi
Tentang Sejarah dan Bentuk Arsitekturnya. Skripsi pada Fakultas Adab IAIN
Sunan Ampel Surabaya.
Natsir, Muhammad.
1395 H. Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se-Dunia di
Makkah, Jakarta: Perwakilan Rabitah Alam Islami.
Pijper, G.F. 1984, Beberapa
Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1990-1950, Jakarta: Penerbit UI
Press.
Sjamsuddin,
Helius, Metodologi Sejarah,
Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007.
Soeparmo,
1983. 700 Tahun Tuban, Pemda TK. II
Kabupaten Tuban.
Syafwandi. 1985, Menara
Masjid Kudus Dalam Tinjauan Sejarah Dan Arsitektur, Jakarta: Bulan Bintang.
Web
Site :
Informan :
Ustadz Achmad Mawardi (41 th)
KH. Masduki (61 th)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar