HAKIKAT DO'A DAN
DZIKRULLAH
Firman Allah dalam Al-Qur'an :
"Berdoalah
kepadaku niscaya kuperkenankan bagimu". "Dengan mengingat Allah hati menjadi tentram".
Berdoa dan dzikrullah (ingat kepada Allah) adalah sarana
yang paling tepat dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Tuhan Yang Esa atas
anak cucu Adam. Karena doa dan dzikir memungkinkan pengaksesan kesunyian yang
tersembunyi di pusat wujud manusia. Kesunyian yang merupakan bentuk irama doa
dan dzikir paling merdu, yang hanya di dengar oleh para wali-wali Allah dan
merupakan sumber seluruh aktivitas serta perbuatan yang penuh arti, sekaligus
menjadi sumber keberadaan dan kehidupan manusia. " Islam menjadikan
irama doa dan dzikrullah sebagai getaran dan gema dari realitas yang transenden
dan sekaligus imanen". Tuhan memerintahkan kepada manusia agar
memperbanyak doa dan dzikir, untuk dapat mengenal dirinya sendiri dan kemudian
mengenal Tuhannya dengan sebenar-benarnya. Dengan bantuan doktrin dan metode
spiritual, manusia akan mampu memahami siapa dirinya, dengan meninggalkan apa
saja yang menyesatkan untuk dapat mengetahui hakikat dirinya. " Doa
dan dzikrullah mampu membawa manusia meraih ketentraman dan kedamaian yang
tersembunyi di pusat wujudnya", dan pencapaian dapat dilakukan
oleh setiap orang pada setiap kesempatan dalam membebaskan manusia dari prahara
yang menghancurkan dalam kehidupan ini dan dari kericuhan dunia eksternal,
tanpa perlu meninggalkan dunia itu sendiri, karena tujuan berdoa dan berdzikir
adalah membawa manusia dari dunia bentuk ke dunia ruh; namun
karena dia tinggal di dunia bentuk (material) dan pada awal perjalanan
spiritual tidaklah terlepas darinya, maka dengan menggunakan dunia bentuk
sedemikian rupa, doa dan dzikrullah mengarahkan perhatian manusia kedunia
spiritual, namun bersamaan dengan itu sekaligus juga merupakan simbol dan
tangga untuk dapat mencapai persatuan dan kesatuan yang mengikat erat antara
manusia dengan Tuhannya.
"Barang siapa yang telah mencapai persatuan dengan
Tuhannya, maka seluruh alam ini seolah-olah dalam genggaman tangannya. Manusia
dari segala dunia akan datang kepadanya bukan untuk permusuhan, melainkan untuk
memberi perlindungan kepadanya".
Dalam bahasa kata-kata dalam doa dan dalam dzikrullah
akan menjadi substansi yang menggantikan hakikat materi dunia eksternal, dan
menyiratkan keselarasan kosmik. Karena doa dan dzikrullah terkandung dalam
kata-kata atau substansi bahasa, maka menjadi lebih membekas dan mendalam, "melalui
doa-lah menggema kembali keselarasan-fundamental yang memungkinkan manusia
untuk kembali pada keberadaan dan kesadarannya yang lebih tinggi, dan
melalui dzikrullah, manusia akan terbebas dari segala perasaan yang mengganggu
hati dan pikirannya dengan hanya melalui transformasi bathin yang terjadi kapan
dan dimanapun".
Doktrin tradisional yang menyangkut doa dan dzikrullah
memerlukan penjelasan lebih lanjut, karena hubungan antara realitas kosmik
dengan bahasa manusia telah memudar selama kurun waktu yang menilai alam secara
kuantitatif dan mempelajari bahasa secara analitis belaka, dengan mengabaikan
aspek kualitatif sintesispuitis. Doktrin tentang keselarasan substansi bahasa
dan kata-kata dalam doa serta ucapan dzikrullah ini ditemukan pula di timur
yang diungkapkan dalam polarisasi istilah yin-yang (negatif-positif),
dan dalam sumber Islam pun dibedakan antara bentuk (shurah) dan makna (ma'na)
seperti yang terdapat dalam inti dalam ajaran metafisik. Penggunaan shurah
dalam konteks ini dan lawan katanya yaitu ma'na, hendaknya tidak
dikacaukan dengan penggunaan istilah shurah yang sama ketika
dikontraskan dengan materi (maddah atau hayyula) dalam bahasa
hilomorfisme yang digunakan oleh beberapa filosof Islam yang mengikuti ajaran
Aristotelian. Dalam hal yang pertama, ma'na dapat
disamakan dengan esensi atau prinsip dan shurah dengan
segala sesuatu yang substansial, reseptif dan material , sementara dalam
hal kedua shurah digunakan dalam pengertian Aristotelian dan Thomistik,
sebagai unsur yang esensial dan prinsipal yang berlawanan dengan unsur
material. Hal ini juga berlaku bagi bahasa manusia dalam berdoa atau berdzikir
yang mewujud sebagai hasil dari imposisi ma'na pada substansi bahasa atau shurahnya.
Karena pengaruh ma'na atas shurah ini meningkat, maka bentuk
eksternal menjadi lebih trasparan dan dengan mudah mengungkapkan makna bathinya
melalui doa dan dzikrullah. Menurut pandangan para ahli tafakur dan urafa (
ahli ma'rifat muslim ):
"Doa itu bagaikan kutub-kutub spiritual, yang
menyala, laksana norma dan teladan -teladan yang hidup dan menjadi perhatian
para pencari kebenaran dalam jiwa para pendoanya, tentang adanya lanskap alam
ruh, sedangkan berdzikir ialah keyakinan ilahiah yang berasal dari karunia
Tuhan dan terletak dalam inti ajaran Islam, karena dzikrullahpun merupakan
sebuah kunci yang diberikan kepada manusia agar dapat menguak rahasia
kehidupannya sendiri dan memperoleh harta yang terlupakan dan terabaikan karena
tersembunyi didalam dirinya".
Begitu juga dalam sudut pandang tasawuf, doa dan
dzikrullah dipandang sebagai buah pengamatan dan hasil sekunder ekspresi
kebenaran spiritual, dari seorang yang telah mencapai kebenaran itu, dan hidup
dalam keselarasan alam yang dirasakan oleh mereka yang juga memiliki sifat
selaras seperti itu (Thab'I-Mawzun). Doa dan dzikrullah dinilai
sebagai visi alam spiritual dan rapsodi yang tercipta dalam diri pendoa itu
sendiri karena gejolak bathinnya mengalir dalam bait-bait kata (ucapan).
Kemudian bait-bait kata itu menyiratkan keselarasan universal melalui
substansi bahasa, sama seperti ketika keselarasan ini mendominasi pikiran dan
jiwa sang pendoa dan jiwa sang pendzikir.
Hal tersebut tepat sekali karena dapatlah dikatakan bahwa
kata-kata (ucapan) yang logis dalam suatu doa dan dzikrullah
mempunyai kekuatan denotasi dan konotasi, juga memiliki kekuatan sugesti dan
penyadaran tentang pengetahuan intuitif yang ada dalam jiwa. Sebuah kesadaran
yang dapat disamakan dengan transformasi keadaan jiwa. Maka doa dan
dzikrullah serupa dengan logika dalam arti sebagai sarana dan wahana untuk
mengekspresikan kebenaran. Doa dan dzikrullah melengkapi logika untuk mencapai
bentuk pengetahuan yang tidak dapat dipahami tanpa bantuan kecakapan logis manusia
yang pasrah. Selain itu, doa dan dzikrullah menghasilkan transformasi jiwa
serta perasaan-perasaannya dalam suatu cara yang tidak mungkin dihasilkan oleh
usaha logis semata. Doa dan dzikrullah tradisional melahirkan kesepakatan dalam
jiwa manusia, sehingga wajar untuk membicarakan adanya suatu logika doa dan
dzikrullah yang meyakinkan dan seringkali mendukung sebuah argumen di
berbagai bagian dunia, ketika doa dan dzikrullah mampu memelihara kualitas
kimiawinya bahkan sampai sekarangpun, dan ketika jiwa orang-orang yang masih
peka terhadap kekuatan sakramental dari sebuah doa dan dzikrullah yang
mengungkapkan kebenaran serta kemampuannya untuk merekayasa jiwa manusia. Dalam
doktrin timur secara umum tidak ada antagonisme antara logika doa dan
dzikrullah seperti yang terdapat di barat selama beberapa abad yang lalu.
Logika dalam doktrin timur dipandang sebagai tangga untuk
pendakian menuju dunia spiritual, dunia ma'rifat dan pencerahan metafisik, sementara doa
tetap dipandang sebagai sarana untuk mengungkapkan tidak hanya
perasaan-perasaan, melainkan juga pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang
mendasar. Hal ini terbukti terutama dalam peradaban Islam yang beranggapan
bukan salah satu dari dua alternatif antara logika doa dan spiritualitas
dzikrullah yang harus diambil. Bahkan jika kritisisme tertentu telah
menciptakan logika atas nama cinta Ilahi (isyq), hal itu
bertujuan untuk mencegah agar logika tidak sekadar menjadi batasan melainkan
pendukung dan juga menghindarkan pengetahuan sebagai sesuatu yang bersifat
teoritis semata, melainkan menjadi buah yang mengundang selera yang
dicerna dan membantu proses transformasi seseorang.
Pada akhirnya satu-satunya hal mendasar yang dimiliki
logika doa dan juga dzikrullah, sebagaimana paham tradisional, adalah gnosis
(ma'rifah) yang terletak pada inti tradisi timur. Karena realitas
merupakan sumber dari hal yang logis dan sekaligus hal puitis, maka gnosis atau
metafisika tradisional yang mengandung pengetahuan tentang realitas, tidak
boleh menjadi dasar bersama yang memungkinkan doa dan dzikrullah serta logika
bertemu dan menjadi sarana bagi kebenaran untuk mengungkapkan dirinya dalam
epifani-epifani yang logis sekaligus puitis, seperti alam yang murni, sehingga
teofani agung Yang Maha Benar lainnya juga memiliki logika doa dan dzikrullah
sendiri-hukumnya sendiri yang tak dapat disangsikan lagi dan keselarasannya
sendiri yang akan menginteriorisasi BATHIN SANG PENDO'A DAN BATHIN SANG
PENDZIKIR.
Perpaduan antara logika doa dan dzikrullah yang tampak
sangat jelas dalam kaidah Islam, tidak dapat terjadi kecuali melalui
penemuan kembali gnosis atau metafisika yang selalu ada dan akan ada,
yang hanya dapat dijangkau oleh mereka yang mampu menerima pesan-pesan
langit yang secara langsung melambangkan hakikat realitas penerbangan
dan pendakian melawan seluruh hal yang merendahkan derajat serta menurunkan
kekuatan dunia ini, yang akhirnya mengantar kepada kebebasan dari kungkungan
duniawi yang serba terbatas.
Sesungguhnya bagi seorang pendoa sejati dan pendzikir
sejati hal ini sudah merupakan aspek atau kecenderungan jiwa individual dalam
mempersiapkan diri untuk penerbangan menuju pegunungan kosmik (Qaf)
yang melambangkan esensi Tuhan yang berada diluar pemberian makhluk
maupun Tuhan sebagai pencipta dan prinsif pengejawantahan. Titik di puncak
pegunungan Qaf merupakan permukaan langit yang tidak terhingga
luasnya dan sekaligus prinsif generasi dari seluruh pegunungan kosmik yang ada
di bawahnya. dan menjelma menjadi tujuh buah lembah yang akan membawa seorang
pendoa sejati dan pendzikir sejati menuju puncak kehampaan-keheningan
dalam pencarian (Thalab)-cinta ('isyq)-gnosis
(ma'rifah)-kepuasan hati (istighna)-keESa-an (tauhid)-kekaguman
(hayrat) dan kemiskinan (faqr). yang pada
akhirnya lebur (fana) dalam keterpesonaan menyaksikan API
CINTA ILAHI yang menuju pemahaman tentang keEsaan, yang pada tingkat paling
tinggi tiada lain adalah kesatuan wujud (wahdat al-wujud), suatu
pemahaman yang tidak dapat diperoleh begitu saja melainkan harus melintasi
rintangan-rintangan perjalanan kosmik, menyeberangi jembatan peleburan dan
mencapai penglihatan cahaya diantara cahaya yang menyerap dan mensucikan,
serta menyilaukan pandangan mata dalam bentuk keindahan yang tiada tara.
Melalui kresendo rafsodis sang pendoa dan pendzikir sejati berhasil
mengungkapkan pujiannya kepada Yang Maha Pencipta. Bahwa Tuhan
telah menggoreskan keindahan atas segala sesuatu. Sesungguhnya hati
nurani setiap orang merindukan cahaya, yang merupakan simbol kehadiran Tuhan.
Islam menjadikan doa dan dzikrullah sebagai tangga untuk
menuju hadirat Tuhan, yang merupakan cahaya surgawi, dan menyatukan kenikmatan
inderawi dengan kepertapaan sebuah dunia lain dengan keindahan disini dan kini.
Islampun menjadikan doa sebagai getaran dan gema dari realitas yang transenden
dan sekaligus imanen
MANUSIA HIDUP HARUS KEMBALI KE FITRAHNYA.
Fitrah = Instink beragama, yang di sebut naluri yaitu
unsur yang mengandung: cita, hasrat, kehendak dan keinginan kepada segala
sesuatu yang adil, yang baik lagi benar serta di sukai Allah Swt.
Ia menduduki tingkat atau derajat termulia dalam
diri manusia. Sebab ruh sudah menjadi saksi tentang Allah, maka setiap
diri manusia mempunyai suatu keinginan berkeTuhanan atau beragama.
Fitrah adalah nafsu yang suci, bekerjasama dengan akal dan hati nurani. Ia,
nafsu yang diberi rahmat oleh Allah Yang Maha Suci. Orang berkeinginan untuk
makan hanya apa yang di halalkan oleh Allah - akan mengambil haq miliknya saja
- melampiaskan syahwat hanya kepada orang yang dihalalkan Allah - dan berbuat
sesuai dengan petunjuk Allah. Jadi hidup menjurus kepada Taqwa.
Sebenarnya fitrah itupun mempunyai indera : Hati dapat melihat apa yang tidak
bisa dicapai oleh mata jasad, sanggup mendengar apa yang tak dapat dijangkau
oleh telinga jasad, perasaan belum terasa lega dan puas sebelum mengerjakan
tuntunan Nabi Allah. Cita-cita, keinginan dan kemauan belum dirasa tercapai
sebelum ditegakkannya kebaikan, kebenaran, keadilan dan kejujuran sesuai
perintah Allah. Seluruh jiwa dan raganya baru akan merasa lega, puas lagi
senang dan tenteram setiapkali selesai berbuat amal shalih. Adapun
ciri-ciri lain yang dilahirkan oleh fitrah yaitu : kemauan baik, yang tidak
disadari maupun yang disadari secara insting (perasaan). Ia selalu
mencari selamat, tenteram dan sejahtera serta senang lagi bahagia. Fitrah akan
sangat kelihatan dalam menonjolkan diri, terutama pada saat seseorang kehabisan
DAYA UPAYA, kehabisan akal. Perasaan takut yang teramat sangat bagi
keselamatan jiwa, kesenangan raga yang terancam bahaya. Pada saat-saat
demikian, maka terdengarlah dari mulut manusia : "YA TUHAN TOLONGLAH
KAMI¼ !" BANTULAH KAMI¼ !. Fitrah akan menonjolkan diri selama tidak
dijajah oleh hawa nafsu dan tidak ditutupi dengan dogma yang
disebut taqlid buta, yaitu ikut membabi buta tanpa turut serta
pertimbangan akal sehat dan kitab petunjuk yang baik lagi benar. Allah
berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dan apabila KAMI berikan ni'mat kepada manusia, dia
berpaling dan menjauhkan diri (dari petunjuk), tetapi jika ditimpa malapetaka,
dia banyak berdoa kepada Tuhan dengan panjang lebar. (Q.S. Fushshilat : 51)
" Apabila manusia ditimpa bahaya ,dia berdoa kepada
KAMI dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah KAMI hilangkan
bahaya itu daripadanya, dia kembali melalui jalan sesat lagi murka, seolah-olah
dia belum pernah berdoa kepada KAMI untuk menghilangkan bahaya yang menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu, mamandang baik apa yang selalu
mereka kerjakan". (Q.S. Yunus : 12)
Kita yakin dan percaya bahwa Tuhan Yang Maha ESa-lah yang
menjadikan. Bukan Dia yang dijadikan, dengan kata lain Dia pasti
turut serta memainkan peranan didalam setiap kehidupan manusia. sebab
dengan rahmat dan karunia serta dengan seijin Dia-lah kita hidup atau
mati, merdeka atau terjajah. Maka jika ada kejadian buruk seperti : "Bencana,
malapetaka, tragedi atau bahla baik ia menimpa diri pribadi atau keluarga,
maupun yang menimpa nasional atau internasional harus senantiasa dihubung-hubungkan
dengan tingkah laku atau adab manusia terhadap Allah. Lalu penilaian kita
tentang musibah itu adalah semata-mata sebagai peringatan Allah Yang Esa,
yang merupakan suatu cobaan, agar manusia-manusia beriman memenuhi kewajibannya
terhadap Allah SWT. Dan bagi orang-orang yang tidak beriman agar bersegera
mungkin membenahi diri dan kembali kepada yang Haq, sesuai dengan
fitrahnya untuk apa sebenarnya ia diciptakan ?! jika kita lihat firman Allah
dalam Al-Qur'an yang menyebutkan : "Tidaklah AKU ciptakan jin dan
manusia, melainkan untuk beribadah kepadaKu". Tapi jika kita lihat
saat sekarang ini manusia berlomba-lomba untuk meraih sesuatu yang sifatnya
untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan berbagai cara yang tidak dibenarkan
oleh hukum Islam dengan falsafah : "Biarkan orang lain menderita
yang penting aku bahagia, dan biarkan orang lain celaka yang penting aku
selamat". Orang-orang yang berprinsip seperti inilah cepat atau
lambat akan membuat murka Tuhan, karena mereka telah lalai dari hidup dan kehidupannya
yang pada akhirnya menimbulkan gejolak hasrat hati yang melampaui batas. Jadi
jelas sudah bahwa bukan hanya unsur-unsur kebendaan atau sikap rasional saja
yang menyebabkan timbulnya rasa kurang dan gelisah tetapi, faktor ketiadaan
iman atau pegangan jiwalah yang sebenarnya menjadi penyebab utama seseorang
hampir selalu dapat dikalahkan. Nabi Muhammad SAW telah berhasil dengan
gilang gemilang memimpin manuia di zamannya, karena atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa ia mendapat petunjuk bahwa kebutuhan jasmani dan rohani harus
sama-sama diperhatikan bahkan kepada tuntunan agama sebaiknya perhatian lebih
banyak di curahkan. Maka sudah sepantasnyalah manusia senantiasa berlomba untuk
menaikan mutu ilmu agama dan laku perbuatan, agar terbukti bahwa dirinya adalah
khalifah, disamping sebagai insan hamba Allah, amal perbuatan apakah
yang pantas diwariskan pada generasi penerus. Kaum ulama dan imam-imam rohani
berkata bahwa : " Kalau kita berbuat sesuatu dengan hidayah Allah,
berarti setiap laku perbuatan harus dikaitkan dengan iman. Maka isilah hidup
yang sebenarnya amat singkat ini dengan ibadah". Kitalah yang
beruntung, karena memperoleh dua bagian dari karunia Allah, yaitu kebahagiaan
di dunia dan akhirat, serta warisan yang bernilai tinggi bagi generasi
ummat. Tetapi bila kita berbuat di karenakan hanya mengharapkan keuntungan
duniawi saja, berarti setiap laku perbuatan tanpa diiringi iman niscaya
kerugianlah yang akan didapat, sebab hanya memperoleh satu bagian saja dari
karunia illahi, pahala tak mungkin didapati, karena ketiadaan iman atau
keliru dalam I'tikad tentang keESaan Allah dan hari kiamat. Nabi
Muhammad SAW. bersabda : "Sesungguhnya setiap perbuatan itu diawali
dengan niat, Dan sesungguhnya setiap laku perbuatan seseorang itu tergantung dari
apa yang diniatkanya".
Allah berfirman kepada Nabi : "Diantara mereka
(manusia) ada orang yang mendoa : Ya Tuhan KAMI, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari azab neraka. Orang-orang
itulah yang akan memperoleh bagian dari apa yang diusahakannya. dan Allah
sangat cepat perhitungannya". (Q.S. Al-baqarah : 201-202)
MANUSIA HIDUP DALAM TIGA FUNGSI
MANUSIA BERFUNGSI SEBAGAI INSAN MAKHLUK ALLAH.
Ia makan - minum dan beranak pinak sebagai mana
makhluk-makhluk Allah yang lain.
MANUSIA BERFUNGSI SEBAGAI INSAN KHALIFAH ALLAH.
Ia harus banting tulang - kerja keras - harus mau
mengolah dan mengatur dunia berikut seluruh isinya, lalu mengambil beberapa
manfaat dengan seijin Allah pula.
MANUSIA BERFUNGSI SEBAGAI INSAN HAMBA ALLAH.
Ia harus mau menyembah dan mengabdikan diri kepada
Allah dengan jalan mengikuti atau mentaati didikan Nabi.
Ketiga fungsi manusia tersebut jika dilaksanakan
dengan sepenuh hati, dan ridho akan semuanya itu . maka hal inilah yang dapat
menjadi sarana untuk mengingatkan kembali manusia akan kedamaian, ketenangan,
dan kegembiraan melalui apa yang dia cipta dan yang dia cari sepanjang masa. Disadari
atau tidak disadari, yang hanya bisa dia dapatkan apabila mencapai suatu
kesadaran tertentu tentang kesucian dan sepakat bahwa dia harus menyerahkan
dirinya kepada kehendak Yang Maha Kuasa. Nabi dipilih oleh Tuhan dan
wewenang spiritual syaikh juga diberikan darinya. Tampa persetujuan tentang
wewenang yang dilakukan manusia sebagai perwujudan logos itu sendiri, tidaklah
mungkin ada fungsi inisiatik dan wewenang sejati semacam itu. Banyak diantara
manusia lainnya yang mengadu kepada Tuhannya mengenai rintangan-rintangan yang
ada dijalan dan ketidak pastiannya dalam mencapai tujuan akhir dari kehidupan.
Dalam kondisi seperti inilah seseorang itu harus berusaha menghilangkan dari hati
dan pikiran "AGAR TIDAK BERBURUK SANGKA KEPADA TUHAN". Karena
bukankah tujuannya adalah Yang Maha Benar, sungguhpun seseorang itu
harus meninggal (wafat) ditengah-tengah perjalanannya Ia akan tetap berarti.
Dan mengenal semua kesulitan yang ada, hal itu menunjukan kenyataan bahwa : "Akar
jiwa tenggelam dalam dunia keserbaragaman makhluk, dan bahwa manusia selalu
dibuyarkan dan dialihkan oleh berbagai benda untuk mampu memusatkan pikiran
jiwanya kepada sang pencipta. Maka berhati-hatilah dari bahaya kesombongan yang
disebabkan oleh pembenaran diri dalam kehidupan dan berbagai unsur lain dari
jalan spiritual". Baik-buruk dan salah-benar jika kita lihat
melalui kacamata bathin dan ditunjang oleh kejujuran hati, maka hal itu semua
tidak terlepas dari masalah untung dan rugi, sehingga dalam hidup
dan kehidupan ini terkesan berbisnis antara manusia dengan manusia lainnya.
"Tinggalkanlah
apa yang diragukan dan kerjakanlah apa yang tidak diragukan, sesungguhnya
jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan
keresahan"" (Al-Hadits). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar