Rabu, 22 Maret 2017

Kitab Tauhid Jawan Karya KH. R. Asnawi



Studi Kitab Tauhid Jawan Karya KH. R. Asnawi
Di Ponpes Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus
Samidi Khalim
Balai Litbang Agama Semarang
Email: samidi.khalim@yahoo.co.id


I. Pendahuluan
Pondok pesantren salaf mengajarkan berbagai macam ajaran Islam yang didasarkan pada kitab kuning, dari aqidah, tauhid, syariat, dan juga akhlak. karena pondok pesantren merupakan salah satu benteng pertahanan masyarakat dari gempuran ideologi dan paham-paham dari luar. Kitab tauhid yang berisi ajaran tauhid (mengesakan Allah) merupakan ajaran pokok dalam Islam, atau dengan kata lain doktrin sentral bagi umat Islam. Selain itu, Pesantren di Indonesia merupakan satu di antara beragam institusi pendidikan Islam yang berperan dalam membentuk masyarakat Indonesia dengan menyediakan pendidikan dan pengajaran. Lembaga ini juga telah melahirkan beberapa ulama, pemimpin masyarakat serta guru untuk madrasah-madrasah (Dhofier, 1995).
Komponen utama pondok pesantren terdiri dari pengasuh pondok pesantren, santri, masjid, kitab kuning dan komplek pondok pesantren (Dhofier,1982). Semua aspek tersebut saling terkait satu sama lainya, pengasuh pondok pesantren adalah pengajar utama sekaligus pemimpin pondok pondok pesantren. Santri merupakan murid di pondok pesantren yang memiliki hubungan dekat dengan kyai yakni hubungan antara murid dan guru, hubungan ini berlangsung terus menerus tidak hanya terbatas ketika santri belajar di pondok pesantren namun juga berlanjut sampai ketika santri kembali ke masyarakat. Masjid  merupakan pusat kegiatan dilangsungkan, di tempat inilah orang-orang pondok pesantren sembahyang dan belajar ilmu-ilmu agama. Sementara komplek pondok pesantren berfungsi sebagai tempat tinggal santri. Sedangkan kitab kuning yang berisi ilmu ilmu keagamaan berperan sebagai referensi dan bahan ajar yang digunakan selama proses belajar mengajar.

Pengkajian kitab kuning di pondok pesantren merupakan media tranformasi keilmuan dari ulama-ulama terdahulu kepada generasi berikutnya. Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab tersebut berfungsi sebagai landasan berpikir dan bertindak bagi para santri. Selain itu kitab kuning sebagai materi pelajaran di pondok pesantren telah mempengaruhi dalam pembentukan tradisi keilmuan santri di banyak pondok pesantren. Pengkajian kitab kuning yang dilakukan secara berkesinambungan telah terbukti menjadi embrio dari lahirnya lembaga bathsul masail, yaitu forum diskusi yang membahas masalah-masalah sosial-keagamaan yang ada di masyarakat dengan menggunakan kitab kuning sebagai rujukan. Forum ini merupakan salah satu gambaran bagaimana kyai dan santri terlibat aktif menggunakan keilmuannya dalam membedah persoalan dan kemudian memberikan pemecahannya (Zahro, 2004). Dengan demikian kitab kuning memiliki peran penting dalam khasanah keilmuan santri.
Secara umum, kitab-kitab yang dipelajari di pondok pesantren adalah kitab komentar (syarah) atau komentar atas komentar (hasyiyah) atas teks yang lebih tua (matn, matan) (Bruinessen, 1995:141). Salah satu jenis kitab yang di ajarkan di pondok pesantren adalah kitab tauhid. Lebih lanjut Bruinessen menyebutkan kitab-kitab tauhid yang umumnya di ajarkan adalah: (1)  Untuk tingkat Aliyah; kitab Ummul Barahin, Dasuqi, (2)  Untuk tingkat Tsanawiyah: kitab Sanusi, Tijanul Durari, Nuruzh Zhulam, Jauharatul Tauhid, Tuhfatul Murid, Fathul Majid, Jawahirul Kalamiyah, Husnul Hamidiyah, Aqidatul Islamiyah. Selain itu terdapat pula kitab Aqidatul Awwam yang diajarkan untuk Tsanawiyah/Ibtidaiyah, dan Kifayatul Awam diajarkan untuk tingkat Tsanawiyah/Aliyah (Bruinessen, 1995).
Kitab-kitab tersebut di atas merupakan beberapa di antara bahan ajar yang digunakan di pondok pesantren. Pembelajaran kitab-kitab klasik atau kitab kuning di pondok pesantren merupakan salah satu upaya untuk melestarikan pemikiran ulama klasik dan mendidik calon ulama dengan paham Islam tradisional (Dhofier, 1995). Kitab klasik di pondok pesantren salaf, mempunyai peran penting bagi kalangan akademik di lingkungan pendidikan tersebut. Adapun kitab-kitab tauhid adalah salah satu materi yang sangat penting, karena bahasan mengenai tauhid yang berkaitan dengan keimanan merupakan bekal bagi santri bagi pemahamannya mengenai Tuhan dan keimanan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus, dalam melakukan transformasi keilmuan dan penanaman akidah kepada para santrinya melalui pengkajian kitab-kitab kuning.
Berkenaan dengan pembinaan akidah, salah satu kitab yang dijadikan pedoman oleh Pondok Pesantren Darul Ulum Kudus adalah Kitab Tauhid Jawan karya KH.R. Asnawi. KH. R. Asnawi lahir di kampung Damaran, Kudus pada tahun 1281 H (1861 M), beliau termasuk keturunan ke-14 dari Sunan Kudus (Raden Ja’far Shodiq) dan keturunan ke-5 dari Kyai Haji Mutamakin seorang wali yang kramat di desa Kajen Margoyoso Pati, yang hidup pada zaman Sultan Agung Mataram. Beliau termasuk salah seorang pelopor berdirinya organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), yang berupaya menjaga aqidah Ahlussunnah wal Jamaah melalui karya-karyanya, salah satunya adalah kitab Tauhid Jawan ini. Dalam kitab tersebut beliau menghukumi bahwa belajar ilmu Tauhid itu wajib atau fardlu ain bagi setiap muslim.
Kitab Tauhid Jawan disajikan dalam bahasa Jawa Ngoko yang mudah dipahami oleh para santri pemula, dan masih diajarkan di beberapa pondok pesantren di Kudus. dengan tujuan untuk membentengi aqidah umat Islam dari gempuran gelombang modernisasi yang telah banyak menenggelamkan akidah umat Islam dewasa ini. Salah satunya adalah Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus, diajarkan dalam lembaga pendidikannya, yaitu di Madrasah Diniyah pada jenjang awal atau Ibtida. Kitab tersebut diajarkan secara klasikal, tidak diajarkan dalam kurikulum pondok yang menggunakan metode Bandongan dan Sorogan. Sebagai materi dasar dalam pembinaan aqidah, untuk membentengi aqidah umat Islam dari gempuran gelombang modernisasi yang telah banyak menenggelamkan akidah umat Islam dewasa ini atau keimanan para santri. Kitab Tauhid Jawan sangat membantu para santri untuk memahami rukun Iman.
Berdasarkan pemikiran di atas maka perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan kitab Tauhid Jawan yang diajarkan di pondok pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus. Adapun sebagai pokok permasalahan dalam penelitian adalah : Apa isi  kitab Tauhid Jawan Karya KH. R. Asnawi dan bagaimana fungsi kitab tauhid tersebut bagi para santri pondok pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus.
II. Metode Penelitian
1.      Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah kitab Tauhid Jawan karya KH.R. Asnawi yang diajarkan di pondok pesantren  Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus - Jawa Tengah.
2.      Sumber Data
Sumber data primer adalah kitab Jauhid Jawan yang diajarkan di pondok pesantren salaf Darul Ulum Kudus dan hasil wawancara dengan kyai dan santri di pondok pesantren, berupa reinterpretasi dan respon mereka terhadap isi kitab tauhid tersebut. Data sekunder adalah data-data terkait dengan data fokus penelitian, berupa data-data tertulis seperti dokumen yang ada di pondok pesantren dan hasil penelitian terdahulu.
3.      Analisis Data
Dalam penelitian ini, data akan dianalisis dengan menggunakan analisis isi (content analysis), karena fokus penelitian ini berupa kajian konseptual yang berupa butir butir pemikiran yang tertuang dalam teks tertulis. Content analysis merupakan salah satu jenis analisis kualitatif meliputi kategorisasi-kategorisasi yang dilakukan oleh peneliti. Analisis isi yang dapat membantu menginterpretasikan istilah-istilah dalam tauhid adalah menggunakan pendekatan Ilmu Kalam (Teologi). Teologi adalah ilmu yang membahas “wujud Allah”,  yakni meliputi sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan sifat yang wajib dilenyapkan dari pada-Nya.
III. Temuan dan Pembahasan
A. Sekilas Tentang Pondok Pesantren Darul Ulum Kudus
Pondok Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Kecamatan Bae Kabupaten Kudus letaknya cukup strategis, karena letaknya berjarak sekitar 50 meter dari arah masuk jalan raya. Pondok Pesantren Darul Ulum dibagi menjadi dua, yaitu Pondok Pesantren Putra dan Pondok Pesantren Putri. Di samping Pondok Pesantren Putra terdapat makam keluarga H. Ma’ruf Rusydi, yang sekaligus dijadikan sebagai tempat pengajian tafsir masyarakat Ngembalrejo.
Pondok Pesantren Darul Ulum berada di Dukuh Kauman Desa Ngembalrejo, adapun posisinya sebagai berikut :
a.                   Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kemang
b.                   Sebelah Timur berbatasan dengan perkampungan
c.                   Sebelah Selatan berbatasan dengan jalam raya.
d.                  Sebelah Barat berbatasan dengan Dukuh Ngetuk.
Pondok Pesantren Darul Ulum didirikan untuk memperjuangkan terlaksananya risalah Rosulullah SAW  melalui jalur tarbiyah, dengan mempersiapkan generasi Islam yang beriman, bertaqwa, dan berakhlakul karimah dengan misi meneruskan perjuangan ‘alim ‘ulama dan mendidik para santri agar menjadi ‘alim, ‘amil, sholih, dan mukhlis. Serta berperan aktif  dalam usaha pemberdayaan masyarakat berbangsa dan bernegara, khususnya di bidang Tarbiyah Islamiyah.
Pondok Pesantren Darul Ulum atau lengkapnya adalah Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam Darul Ulum (PPYIDU) terletak di sebelah timur kota Kudus, tepatnya di Desa Ngembalrejo Kecamatan Bae, berdiri pada tahun 1961. Pondok Pesantren tersebut berdiri atas prakarsa Bapak H. Ma’ruf (pemilik pabrik rokok Jambu Bol) dan Kyai Ahmad Zaenuri. Kitab-kitab yang diajarkan sama seperti pondok-pondok pesantren salaf lainnya, yaitu seputar : Al-Qur’an  atau Tafsir, Hadits,  Fiqih, Nahwu, Shorof, Tarikh, Tauhid, dan Tasawuf atau Akhlak.
Diantara kitab-kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Darul Ulum tersebut, salah satu kitab Tauhid yang diajarkan adalah Kitab Tauhid Jawan karya Kyai Haji Raden Asnawi Kudus. Kitab Tauhid Jawan, sesuai dengan nama kitab tersebut bahwa kata Jawan itu mengandung arti Bahasa Jawa. Artinya, kitab Tauhid tersebut ditulis dalam Bahasa Jawa, adapun aksara yang digunakan adalah Pegon. Kitab tersebut bukan lagi hasil tulisan tangan tapi sudah dicetak dengan mesin oleh PT. Karya Toha Putra Semarang pada tahun 1997. Meskipun demikian,  kitab tersebut memiliki nilai historis penulisan dan karismatis sang penulis.
B. Biografi KH. R. Asnawi
Kyai Haji Raden Asnawi itulah nama yang digunakan setelah menunaikan ibadah haji yang ketiga hingga wafat. Adapun nama sebelumnya ialah Raden Ahmad Syamsi, kemudian sesudah beliau menunaikan ibadah haji yang pertama berganti nama Raden Haji Ilyas dan nama inilah yang terkenal di Mekah. KH.R. Asnawi adalah putra yang pertama dari H. Abdullah Husnin seorang pedagang konveksi yang tergolong besar di Kudus pada waktu itu, sedang ibunya bernama R. Sarbinah. KH. R. Asnawi lahir di kampung Damaran, Kudus pada tahun 1281 H (+1861 M), beliau termasuk keturunan ke-14 dari Sunan Kudus (Raden Ja’far Shodiq) dan keturunan ke-5 dari Kyai Haji Mutamakin seorang wali yang kramat di desa Kajen Margoyoso Pati, yang hidup pada zaman Sultan Agung Mataram.
Sejak kecil Asnawi diajar oleh orang tuanya sendiri, terutama dalam mengaji Al-Qur’an. Setelah berumur 15 tahun beliau diajak oleh orang tuanya ke Tulungagung Jawa Timur untuk mengaji sambil belajar berdagang. Sesudah mendapat asuhan dan didikan dari orang tuanya, beliau kemudian mengaji di pondok pesantren Tulungagung, lalu berguru dengan Kyai H. Irsyad Naib Mayong Jepara sebelum pergi haji.
Pada sekitar usia 30 tahun Asnawi diajak oleh ayahnya untuk pergi haji yang kedua dengan niat untuk bermukim di tanah suci. Di saat-saat melakukan ibadah haji, ayahnya pulang ke rahmatullah, meskipun demikian, niat bermukim tetap diteruskan selama 20 tahun. Selama di Mekah beliau berguru antara lain dengan Kyai H. Saleh Darat Semarang, Kyai H. Mahfudz Termas dan Sayid Umar Shatha. Beliau juga pernah mengajar di Masjidil Haram dan di rumahnya, diantara yang ikut belajar antara lain: KH. Abdul Wahab Hasbullah Jombang, KH. Bisyri Samsuri Jombang, KH. Dahlan Pekalongan, KH. Shaleh Tayu, KH. Chambali Kudus, KH. Mufid Kudus dan KH. A. Mukhit Sidoarjo.
Umur yang diberikan Allah tidaklah sama yang diharapkan masyarakat. Masyarakat dan umat Islam pada umumnya mengharap agar para Kyai dipanjangkan umurnya dan diberkahi kesehatannya. Tujuannya tiada lain mendampingi dan menata infrastruktur masyarakat dalam memegang subtansi ajaran agama. Namun Allah telah menghendaki terlebih dahulu memanggil KH. R. Asnawi menghadap keharibaan-Nya, yaitu pada 26 Desember 1959 M/25 Jumadil Akhir 1379 H sekitar pukul 03.00 dini hari.
C. Kitab Tauhid Jawan Sebagai Benteng Akidah Para Santri
Kitab Tauhid Jawan adalah salah satu buah pemikiran KHR. Asnawi yang di tulis ulang dan diberikan kata pengantar oleh KH. Ahmad Minan Zuhri. Dalam kata pengantar tersebut, terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa kitab tersebut selesai ditulis pada tanggal 30 Rajab 1377 H atau 19 Februari 1958 M di Kudus oleh putra beliau, al Muratib (penyusun) Ahmad Minan Zuhri.
Pengantar yang diberikan oleh KH. Minan Zuhri memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penulisan kitab tersebut, yaitu : (1) menambah syiar agama Islam;  (2) untuk belajar siapa saja yang membutuhkan; (3) sebagai bahan pengajaran di madrasah, tempat pengajian, dan tempat pengajaran lainnya (Tauhid Jawan, h.2).
Kitab Tauhid Jawan tergolong kitab dasar, yang memiliki ketebalan hanya 43 halaman, dengan ukuran 21 cm x 15 cm. Kitab tersebut berisi tentang dasar-dasar akidah atau keimanan yang harus ditanamkan dalam diri setiap muslim. Sebagaimana dijelaskan oleh dalam kitab tersebut, bahwa hukum mempelajari Tauhid adalah wajib bagi setiap muslim (Tauhid Jawan, h.4).
Kitab Tauhid Jawan di Pondok Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus diajarkan dalam lembaga pendidikannya, yaitu di Madrasah Diniyah pada jenjang awal atau Ibtida. Kitab tersebut diajarkan secara klasikal, tidak diajarkan dalam kurikulum pondok yang menggunakan metode Bandongan dan Sorogan. Sebagai materi dasar dalam pembinaan aqidah atau keimanan para santri, kitab Tauhid Jawan sangat membantu para santri untuk memahami rukun Iman. Kitab tersebut disajikan dalam bahasa Jawa Ngoko yang mudah dipahami oleh para santri pemula.
KH.R. Asnawi termasuk salah seorang pelopor berdirinya organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), berupaya menjaga aqidah Ahlussunnah wal Jamaah melalui karya-karyanya, salah satunya adalah kitab Tauhid Jawan ini. Kitab tersebut masih diajarkan di beberapa pondok pesantren di Kudus, dengan tujuan untuk membentengi aqidah umat Islam dari gempuran gelombang modernisasi yang telah banyak menenggelamkan akidah umat Islam dewasa ini. Sehingga pantas jika KH. R. Asnawi menjadikan belajar ilmu Tauhid itu wajib atau fardlu ain bagi setiap muslim. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Tauhid Jawan : “Hukumipun sinahu ilmu Tauhid menika Fardu ‘Ain. Dados saben-saben tiyang menika kedah lan wajib sinahu ilmu Tauhid, supados nggadahi kemantepan ingkang kiyat boten gampil dipun bujuk dening syaiton, ugi boten gampil dipun sasaraken”. Artinya : Hukumnya belajar ilmu Tauhid yaitu Fardu ‘Ain. Jadi setiap orang itu harus dan wajib belajar ilmu Tauhid, supaya memiliki keyakinan yang kuat tidak mudah dibujuk -rayu oleh setan, juga tidak mudah disesatkan.
Menurut KH. R. Asnawi dalam kitab Tauhid Jawan, ilmu tauhid adalah :
Ilmu tauhid inggih menika ilmu ingkang bicara dateng tetepipun aqaid (kepercayaan) mawi dalil-dalil ingkang leres lan sah. Wujudipun percados lan mantepipun manah dateng Pangeran kanthi kiyat mawi dasar dalil-dalil ingkang leres lan sah, menika dipun wastani iman. Dados iman menika pendamelanipin manah utawi pendamelanipun batin. Tiyang ingkang iman menika dipunwastani mukmin. Tiyang ingkang boten iman dipunwastani kafir”.
Artinya :
“Ilmu tauhid yaitu ilmu yang berbicara tentang teguhnya aqaid (kepercayaan) berdasarkan dalil-dalil yang benar dan sah. Wujudnya adalah percaya dan mantapnya hati terhadap Tuhan (Allah) dengan kuat berdasarkan dalil-dalil yang benar dan sah, yang kemudian disebut iman. Jadi iman itu perbuatan hati atau perbuatan batin. Orang yang beriman disebut mukmin. Orang yang tidak beriman disebut kafir”.
Pengertian ilmu tauhid yang dikemukakan oleh KH.R. Asawi tersebut terlihat praktis, artinya lebih mengutamakan sisi manfaat atau kegunaan. Ilmu tauhid memang membicarakan tentang Tuhan dengan berbagai atribut-Nya, tatapi yang lebih ditekankan oleh KH.R. Asnawi adalah buah dari ilmu tersebut, yaitu kepercayaan dan keyakinan yang kuat terhadap Allah Swt berdasarkan dalil-dalil al Qur’an, Hadis, Ijma, dan Qiyas, dalil-dalil yang diyakini kebenarannya oleh golongan Ahlussunnah wal Jamaah. Buah dari ilmu tauhid itu berupa iman yang kokoh di dalam hati atau batin. Wujud dari iman itu berupa amal salih dan akhlak mulia. 
Pengertian ilmu tauhid tersebut berbeda dengan apa yang diuraikan oleh Muhammad Abduh, bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan (Allah), sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya (lihat Risalat at Tauhid karya Muhammad Abduh). Definisi yang dikemukakan oleh Abduh ini cenderung teoritis, bersifat filosofis, tidak menekankan pada segi hasil atau manfaat ilmu tauhid itu sendiri.
KH. R. Asnawi melalui kitab Tauhid Jawan berupaya memberikan pelajaran kepada umat Islam agar memiliki pengetahuan dan keimanan yang kuat. Demikian juga dengan Pondok Pesantren Darul Ulum Kudus, berupaya mencetak kader-kader bangsa yang memiliki keimanan yang tangguh, budi pekerti yang mulia, dan tidak mudah terombang ambing oleh berbagai bujuk rayu setan. Hal yang pertama dan utama harus ditanamkan dalam diri seorang santri adalah akidah, kepercayaan kepada Allah SWT Tuhan Pencipta alam semesta, melalui penjelasan rukun iman secara akliyah maupun nakliyah.
Kitab Tauhid Jawan sebagai buku ajar para santri di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Darul Ulum Kudus, diberikan sebagai materi dasar dan benteng bagi para santri-santri pemula. Rukun iman yang menjadi pokok bahasan dalam kitab tauhid tersebut diuraikan secara sederhana dan mudah dicerna oleh orang awam, terutama untuk para santri pemula. Pemikiran KH. R. Asnawi tentang rukun Iman sama seperti ulama-ulama ashlussunah yang lain, bahwa rukun iman itu ada enam (6). Hal ini dapat dilihat pada penjabaran rukun iman dalam kitab Tauhid Jawan tersebut, yaitu :
1. Iman Kepada Allah SWT. Iman kepada Allah yaitu kita supaya percaya bahwa Allah SWT itu memiliki semua sifat-sifat kesempurnaan dan tidak memiliki sifat-sifat kekurangan. Adapun sifat-sifat Allah yang empatpuluh satu yaitu, sifat Wajib duapuluh, sifat Muhal duapuluh, dan sifat Jaiz satu. 
Pengertian iman kepada Allah SWT tersebut sebagaimana diuraikan dalam kitab Tauhid Jawan sebagai berikut : “Tegesipun iman dateng Gusti Allah inggih menika kita supados percados bilih Gusti Allah menika persifatan sedaya sifat-sifat kasampurnan lan boten persifatan sifat-sifat kekirangan. Dene sifat-sifatipun Gusti Allah ingkang sekawandasa setunggal inggih menika sifat Wajib kalihdasa, sifat Muhal kalihdasa lan sifat Jaiz setunggal”. (Tauhid Jawan, h.6).
2. Iman Kepada Malaikat
Menurut KH. R. Asnawi, malaikat adalah makhluk Allah SWT yang berupa jisim halus diciptakan dari Nur (cahaya). Penjelasan tentang asal muasal malaikat tersebut sebagaimana diuraikan dalam Kitab Tauhid Jawan :
“Malaikat menika jisim ingkang alus ingkang kedadosan saking nur, boten wonten ingkang nyumerepi rupinipun ingkang asli kejawi namung Pengeran lan para Nabi-nabi”.
Artinya :
“Malaikat itu jisim halus yang berasal dari nur (cahaya), tidak ada yang mengetahui wujudnya yang asli kecuali hanya Allah SWT dan para nabi”.
Malaikat itu adalah makhluk (hamba) Allah SWT yang dimuliakan, tanpa menjalankan perintah-perintah Allah dan tidak pernah melakukan maksiat atau durhaka kepada Allah SWT. Malaikat itu tidak laki-laki tidak perempuan, tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur. Adapun jumlah malaikat yang sesungguhnya itu sangat banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya secara pasti kecuali allah SWT sendiri.
Meskipun banyak sekali dan yang tahu hanya Allah dan para nabi, tetapi bagi orang Islam wajib percaya dan mengetahui nama-nama malaikat yang 10. Adapun malaikat yang wajib diketahui nama-namanya yaitu : Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Raqib, Atid, Munkar, Nakir, Malik, dan Ridwan (Tauhid Jawan, h. ).
3. Iman Kepada Kitab Allah SWT
Maksudnya iman kepada kitab-kitabnya Allah SWt itu artinya setiap orang Islam wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab-Nya kepada para Nabi atau Rasul-Nya. Kitab-kitab tersebut menerangkan semua perintah dan larangan Allah SWT, juga janji dan ancaman Allah. Kitab-kitab tersebut diturunkan sebagai wahyu bagi para nabi dan rasul.
Kitab-kitab Allah yang wajib diketahui oleh setiap  muslim itu ada 4 (empat) :
1. Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam. Kitab tersebut menerangkan tentang bab hukum syariat dan tauhid yang benar.
2. Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud ‘Alaihissalam. Kitab tersebut menerangkan tentang bab doa-doa, dzikir, nasihat-nasihat, hikmah-hikmah, tidak menerangkan bab bab hukum syariat, karena Nabi Daud itu diperintahkan untuk mengikuti syariatnya Nabi Musa ‘Alaihissalam.
3. Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam. Kitab tersebut menerangkan bab seruan (ajakan) terhadap para manusia agar beriman kepada Allah dan mengganti sebagian hukum-hukumnya nabi Musa yang sudah tidak cocok lagi dengan zamannya. Kitab Injil yang wajib kita imani itu, kitab Injil yang masih asli, yang belum berubah-ubah. Adapun Kitab Injil yang dijalankan oleh orang-orang Nasrani (Kristen), itu sudah tidak ada lagi yang asli, buktinya banyak ragam dan macamnya, dan juga antara satu dengan yang lainnya tidak cocok atau berbeda-beda.
4. Kitab Al Qur’an, yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad SAW. Kitab tersebut yang diturunkan paling akhir dan merupakan kitab yang paling mulia. Al Qur’an itu menerangkan hukum-hukum syariat yang digunakan untuk merubah semua kitab yang sudah diturunkan sebelumnya. Hukum yang ada di dalam Qur’an akan tetap abadi. Tidak akan berubah dan tidak akan diganti sampai hari kiamat. Al Qur’an juga merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang paling agung.
4. Iman Kepada Rasul Allah SWT
Maksudnya iman kepada para rasul yaitu bahwa setiap orang Islam wajib percaya bahwa Allah SWT telah mengutus beberapa orang utusan-Nya (Rasul) untuk menerangkan petunjuk Allah SWT kepada umat manusia, supaya mendapat kebaikan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, dengan membawa kekuatan dan tanda bukti dari Allah SWT yang disebut dengan mukjizat.
Utusan Allah SWT itu banyak sekali hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Ada utusan yang wajib menyampaikan risalah kepada umatnya, ada juga utusan yang tidak diperintahkan untuk menyampaikan risalah dari Allah SWT. Oleh sebab itu utusan Allah SWT dibedakan berdasarkan wahyu atau risalah yang diterimanya, ada yang disebut Nabi ada juga yang disebut Rasul. Kedua utusan Allah tersebut sama-sama membawa bukti kenabian atau kerasulan.
Nabi yaitu mansuia yang mendapat wahyu dari Allah SWT, tetapi tidak diperintahkan untuk menjelaskannya kepada manusia. Rasul yaitu manusia yang mendapat wahyu dari Allah SWT dan diperintahkan untuk menerangkannya kepada umat manusia. Jadi, kalau rasul sudah pasti nabi, tetapi jika nabi belum tentu rasul. Adapun jumlah nabi yang sebenarnya sangat banyak, tidak ada yang mengetahui secara pasti kecuali Allah SWT sendiri. Adapun nabi yang wajib diketahui dan diimani oleh setiap orang muslim itu ada duapuluh lima.
Seorang nabi atau rasul diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah kebenaran agar manusia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Meskipun demikian tidak semua manusia mau menerima atau mengikuti risalah tersebut, bahkan tidak sedikit umat yang menantang atau bahkan memusuhi para utusan Allah tersebut. Oleh sebab itu Allah memberikan suatu bukti kepada manusia, bahwa telah mengutus nabi atau rasul-Nya dengan membawa mukjizat.
Mukjizat yaitu tanda bukti dari Allah SWT yang diberikan kepada para rasul sebagai sarana menandingi dan mengalahkan bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang tidak mempercayainya. Mukjizat tersebut tidak dapat dipelajari dan juga tidak dapat diajarkan kepada orang lain. Tetapi mukjizat itu adalah pemberian Allah SWT, khusus diberikan kepada para rasul, oleh sebab itu setiap rasul pasti memiliki mukjizat.
Pengertian mukjizat ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tauhid Jawan sebagai berikut :
“Mukjizat menika perkawis ingkang nulayani adat inggih medal saking para rusul ingkang boten saged dipun tandingi lan boten saged dipun lawan, awit mukjizat menika dados tanda bukti kaleresanipun para rusul ingkang dipun utus dening Pengeran”.  (Tauhid Jawan, h.33).
Artinya : Mukjizat adalah peristiwa luar biasa yang terjadi pada diri rasul yang tidak dapat ditandingi dan tidak dapat dilawan, karena sebagai tanda bukti kebenaran para rasul yang diutus oleh Allah SWT. Jadi, mukjizat itu dikeluarkan hanya demi kemaslahatan (kebaikan) dan menjadi petunjuk bagi manusia.
Meskipun para nabi atau rasul telah dibekali oleh Allah SWT dengan mukjizat, namun tidak dengan serta merta manusia mau beriman kepada Allah SWT, masih saja ada yang mengingkarinya atau bahkan ada yang menandinginya dengan kekuatan yang luar biasa juga. Sehingga di mata manusia biasa dianggap sama kekuatan tersebut. Oleh sebab itu, untuk memberikan penjelasan terhadap hal-hal atau peristiwa luar biasa yang dapat dilakukan oleh manusia harus dibedakan, karena ada yang bersumber dari Allah SWT langsung, ada juga yang bersumber dari setan atau jin. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh KH. R. Asnawi dalam Kitab Tauhid Jawan sebagai berikut :
 “Mukjizat adalah peristiwa luar biasa yang terjadi pada diri rasul yang tidak dapat ditandingi dan tidak dapat dilawan, karena sebagai tanda bukti kebenaran para rasul yang diutus oleh Allah SWT. Jadi, mukjizat itu dikeluarkan hanya demi kemaslahatan (kebaikan) dan menjadi petunjuk bagi manusia”.
“Sihir, adalah peristiwa luar biasa yang hanya dalam penglihatan saja, tetapi sebenarnya adalah hal yang biasa-biasa saja. Hal ini dikarenakan orang yang melihatnya tidak mengetahui sebab-sebab dan asal mulanya. Jadi, sihir itu diperlihatkan hanya untuk menipu manusia akal sehat manusia saja.Oleh sebab itu, perbuatan sihir diharamkan dalam agama Islam, karena dapat menyesatkan manusia”.
“Karomah, adalah peristiwa luar biasa yang dimiliki oleh para Wali. Karomah diberikan oleh Allah SWT kepada para wali sebagai kemuliaan, dan menjadi tanda atau bukti bahwa wali tersebut sudah diterima amal ibadahnya dan sangat dekat dengan Allah SWT”. (Tauhid Jawan, h. 33).

Memang para nabi dan rasul diberikan kemampuan luar biasa oleh Allah SWT yang tidak dapat ditiru oleh manusia, hanya wajib diimani. Meskipun demikian bukan berarti umatnya tidak dapat meniru para rasul atau nabi, karena ada hal-hal yang jauh lebih penting daripada mukjizat tersebut, yang dapat ditiru dan diamalkan. Hal-hal yang wajib ditiru dan diamalkan oleh setiap umat dari rasulnya adalah sifat-sifat rasul itu sendiri. Adapun sifat-sifat rasul itu ada yang wajib, mustahil dan jaiz. Sifat wajibnya adalah Sidiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), Fatonah (cerdas). (Tauhid Jawan, h. 35-36)
Sifat Mustahil yang ada pada diri rasul itu juga ada empat, kebalikan dari sifat Wajib itu sendiri, yaitu : sifat Kadzib (bohong), Khiyanat (tidak dapat dipercaya), Kitman (menyembunyikan), dan Baladah (bodoh) (Tauhid Jawan, h. 36-37).
Selain sifat Wajib dan Mustahil para rasul tersebut, rasul juga mempunyai sifat Jaiz (wenang). Sifat Jaiz tersebut merupakan sisi-sisi basyariah atau kemanusiaan para rasul tanpa merendahkan atau menurunkan derajatnya seperti makan, minum, tidur, berumahtangga, dan lain sebagainya. (Tauhid Jawan, h.37).
5. Iman Kepada Hari Akhir (Kiamat)
Iman kepada hari akhir artinya, bahwa semua orang Islam wajib percaya bahwa hari akhir itu pasti akan terjadi. Hari akhir itu dapat juga disebut dengan hari kiamat. Adapun bagaimana dan besok kapan hari kiamat itu tidak ada seorang pun yang tahu, tetapi pasti terjadi. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam Kitab Tauhid Jawan sebagai berikut :
“Tegesipun iman dateng dinten akhir inggih menika kita percados bilih dinten akhir menika mesthi bade wonten. Namung kados pundi lan benjang menapa kita boten sumerep nanging mesthi wontenipun. Diten akhir menika ugi saged dipun wastani dinten kiyamat”. (Tauhid Jawan, h.38).
Artinya :
Maksudnya iman kepada hari akhir yaitu kita percaya bahwa hari akhir itu pasti akan terjadi. Adapun bagaimana dan besok kapan hari kiamat itu kita tidak tahu, tetapi pasti terjadi. Hari akhir itu dapat juga disebut dengan hari kiamat
Selain diwajibkan untuk mengimani adanya hari akhir, orang Islam juga harus percaya bahwa setelah hari kiamat itu terjadi, semua manusia yang sudah mati akan hidup lagi setelah Malaikat Israfil diperintah oleh Allah SWT untuk meniup Sangkakala. Setelah semua hidup, semua manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk dihisab (ditimbang) semua amalnya, baik itu amal kebajikan maupun amal kejahatannya.
Sebelum menuju ke alam akhirat, ada satu alam yang harus dilalui oleh manusia setelah meninggal, yaitu alam kubur. Oleh sebab sebab itu, orang Islam harus percaya terhadap pertanyaan di alam kubur, nikmat kubur, dan siksa kubur. Setelah melalui alam kubur maka manusia untuk menuju alam akhirat akan melewati yang namanya Siratal Mustaqim. Wujud Siratal Mustaqim harus dipercayai, karena ia adalah jembatan yang menghantarkan manusia ke alam akhirat.
Semua amal manusia itu pasti ada balasannya. Amal baik akan mendapat balasan kebaikan, yaitu pahala dan Surga tempat kembalinya. Adapun amal jahat juga akan mendapat balasan, yaitu di siksa dan Neraka itu tempatnya siksa. Melalui jembatan Siratal Mustaqim itulah yang membawa masuknya orang mukmin ke dalam Surga, dan masuknya orang kafir ke dalam Neraka selama-lamanya.
Berkenaan dengan kehidupan setelah mati, ada 3 (tiga) golongan manusia kelak di akhirat yang diungkapkan oleh KH.R Asnawi dalam Kitab Tauhid Jawan, yaitu :
1. Orang mukmin yang taat setelah dihisab akan masuk ke Surga selama-lamanya.
2. Orang Kafir atau orang Munafik setelah dihisab akan masuk Neraka selam-lamanya, dan juga tidak dikurangi siksa dan sakitnya siksaan tersebut.
3. Orang mukmin yang maksiat setelah dihisab itu tergantung dari Allah SWt, jika Allah memberinya maghfirah (ampunan) semua dosanya, maka akan masuk surga selama-lamanya. Jika Allah SWT tidak memberinya ampunan, maka orang tersebut akan disiksa lebih dahulu di neraka, tergantung banyak sedikitnya atau besar kecilnya dosa. Sesudah itu akan dikeluarkan dari neraka kemudian akan dimasukkan ke surga selama-lamanya  (Tauhid Jawan, h.40).
6. Iman Kepada Qadar
Rukun Iman yang terakhir adalah percaya adanya ketentuan-ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk-Nya, atau yang lebih dikenal dengan iman kepada takdir. Pengertian iman kepada takdir ini dijelaskan oleh KH.R. Asnawi dalam kitab Tauhid Jawan sebagai berikut :
“Tegesipun iman dateng Qadar (pesthen) inggih menika kita percados bilih sedaya kedadosan inggih dipun raosaken dening makhluk. Sami ugi sae utawi awon. Sedaya wau saking Qadar pesthenipun Gusti Allah” (Tauhid Jawan, h.41).
Artinya :
“Maksudnya iman kepada Qadar (kepastian) yaitu kita percaya bahwa semua kejadian yang dirasakan oleh semua makhluk, baik atau buruk semua itu dari Qadar  atau ketentuan Allah SWT”.

Qadar merupakan penggerak dan motor hakiki bagi kejiwaan manusia yang mendorong dia untuk berbuat dan beramal di dalam kehidupan ini. Bila akidah atau kepercayaan terhadap Qadar Allah Swt tertanam kuat dalam jiwa manusia, maka orang tersebut akan berani menghadapi segala kekuatan apapun di dunia. Akidah yang kuat inilah yang mengangkat derajat manusia dari makhluk-makhluk yang lainnya di dunia.
Qadar merupakan ketentuan Allah Swt bagi manusia yang menunjukkan ke-Mahakuasaan Allah dalam menentukan nasib manusia. Allah Maha Kuasa menentukan segala yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui tentang nasib seluruh makhluk-Nya, Allah sudah menentukan nasib setiap makhluk-Nya, tetapi tidak seorang pun yang tahu akan nasibnya. Allah Maha Kuasa dan Maha Berkehendak, oleh sebab itu jika Allah menghendaki apapun dari makhluknya, maka tak ada seorang pun yang mampu menghalangi-Nya. Pemahaman demikian sebagaimana dijelaskan oleh KH.R. Asnawi dalam Kitab Tauhid Jawan :
Sedaya kedadosan menika sampun ketetepaken utawi sampun kapesthi dening Pengeran wonten ing zaman Azali, nanging boten wonten ingkang sumerep saderengipun kedadosan wau maujud”.
“Para menungsa menika dipun wajibaken ikhtiyar miturut menapa ingkang dipun maksud. Nanging ikhtiyaripun menungsa wau boten saged mestheaken hasilipun maksud. Dene menapa ingkang kedadosan, sami ugi sae utawi awon, sedaya wau namung pesthen (qadar) saking Gusti Allah. Para menungsa ugi dipun perintah kapurih doa (nyenyuwun) dateng Pengeran miturut menapa ingkang dipun maksud. Nanging kapesthenipun menika ugi Pengeran piyambak ingkang nemtoaken” (Tauhid Jawan, h.41-42) .
Artinya :
“Semua kejadian itu sudah ditetapkan atau sudah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman Azali, tetapi tidak ada yang tahu sebelum peristiwa itu terjadi”.
“Semua manusia itu diwajibkan untuk ikhtiyar menurut apa yang dia kehendaki. Adapun ikhtiyar-nya manusia itu tidak dapat memastikan hasil dari apa yang diinginkan. Adapun apa yang terjadi, entah itu baik atau buruk, semua itu hanya ketentuan (qadar) dari Allah SWT. Semua manusia juga diperintahkan untuk berdo’a (meminta) kepada Allah SWT sesuai apa yang diinginkannya. Tetapi ketentuan (kepastian) itu hanya Allah SWT sendiri yang menentukan”.

Berdasarkan kitab Tauhid Jawan tersebut, jelas bahwa Allah Swt telah menetapkan ketentuan-ketentuan dan nasib manusia di alam azali yang disebut dengan “Qadla”. Adapun jika Allah SWt berkehendak akan melaksanakan qadla atau ketentuan tersebut maka disebutlah dengan Qadar. Manusia ditntut untuk terus menerus berusaha mengubah nasibnya dengan penuh keyakinan bahwa Allah Swt akan memberikan apa-apa yang terbaik baginya. Allah Swt Maha Adil untuk memberikan apa saja yang telah diupayakan oleh hamba-Nya, termasuk merubah nasib dirinya. Setelah segenap daya upaya dikerahkan manusia untuk mengubah nasib dirinya, maka hasil akhirnya itulah yang disebut dengan takdir, baik itu berhasil atau gagal. Seorang muslim harus yakin bahwa semua takdir yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik baginya menurut Allah SWt. Oleh karena itu, untuk mencapai takdir yang terbaik maka manusia harus berusaha semaksimal mungkin dan berdo’a kepada Allah Swt secara khusyu, sehingga apapun yang terjadi padanya akan tetap bermakna dalam kehidupannya.
D. Fungsi Kitab Tauhid Jawan Di Pondok Pesantren Darul ulum
Kitab Tauhid Jawan yang ditulis oleh KH.R Asnawi terlihat jelas pemikiran seorang pengikut paham Ahlu Sunnah wal Jamaah, yaitu golongan yang berpegang teguh pada sunnah dan hadits, dan praktik peribadatannya sama seperti mayoritas atau umumnya umat Islam. Paham Ahlussunnah wal Jamaah ini dalam konsep atau mazab tauhidnya mengikuti Abdul Hasan Ali bin Ismail Al Asy’ari (260-324 H/ 873-935 M) dan Muhammad bin Muhammad Abu Mansur Al Maturidi (w. 332 H) (Ahmad Hanafi, 1974: 58). 
Kitab Tauhid Jawan yang diajarkan pada Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Darul Ulum Kudus ini merupakan kitab dasar yang menjadi pondasi dan benteng bagi para santri khususnya santri pemula, dalam memahami akidah ahlussunnah wal Jamaah. Dengan bekal pengetahuan dan keyakinan dalam kitab tauhid tersebut, para santri diharapkan mempunyai keyakinan dan keimanan yang kokoh, tidak mudah terkena bujuk rayu setan, baik dari kalangan jin maupun manusia, yang menjerumuskan ke lembah syirik dan kemurtadan. Berbekal ilmu tauhid itu paula seorang santri akan menjalani hidup dengan selamat di dunia dan akhirat. Dengan demikian, menjadi wajib bagi setiap muslim untuk belajar ilmu tauhid, karena dengan ilmu tauhid tersebut seseorang dapat lebih mengenal Allah Swt dengan segala sifat dan asma-Nya.
Fungsi dari ilmu tauhid ini diungkapkan dalam manfaat belajar ilmu Tauhid sebagai berikut :
“Faidahipun tiyang ingkang sinahu ilmu tauhid menika, supados nggadahi kemantepan ingkang kiyat saha nyumerepi sifat-sifatipun Pangeran lan para Rasul kanthi dalil-dalil ingkang leres lan sah. Ingkang akhiripun supados saged pikantuk kawilujengan donya lan akhirat”.
Hukumipun sinahu ilmu Tauhid menika Fardu ‘Ain. Dados saben-saben tiyang menika kedah lan wajib sinahu ilmu Tauhid, supados nggadahi kemantepan ingkang kiyat boten gampil dipun bujujk dening syaiton, ugi boten gampil dipun sasaraken. (Tauhid Jawan, h.3-4)
Artinya :
“Faidahnya orang belajar ilmu tauhid yaitu, supaya memiliki keyakinan yang kuat dan mengetahui sifat-sifatnya Tuhan dan para Rasul dengan dalil-dalil yang benar dan sah. Pada akhirnya supaya mendapat keselamatan di dunia dan akhirat”.
“Hukumnya belajar ilmu Tauhid yaitu Fardu ‘Ain. Jadi setiap orang itu harus dan wajib belajar ilmu Tauhid, supaya memiliki keyakinan yang kuat tidak mudah dibujuk -rayu oleh setan, juga tidak mudah disesatkan”.

Berdasarkan faidah dan hukum ilmu tauhid tersebut, dapat dikatakan bahwa ilmu tauhid merupakan landasan keyakinan bagi setiap muslim. Oleh sebab itu fungsi Kitab Tauhid (khususnya Tauhid Jawan) yang diajarkan di Pondok Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Kudus, adalah sebagai berikut :
1. menjadi bekal kepada para santrinya agar memiliki iman dan keyakinan yang kuat. Hal ini Sebagaimana dijelaskan oleh pengasuh pondok, KH. Drs. Saad Basyar, bahwa kitab Tauhid Jawan karya KH. R. Asnawi diajarkan di pondoknya adalah untuk membentengi iman para santri pemula dari kepercayaan-kepercayaan yang menyesatkan, apalagi di jaman yang serba modern ini. Hal ini sesuai dengan tujuan pondok pesantren Darul Ulum, yaitu mempersiapkan generasi Islam yang beriman, bertaqwa, dan berakhlakul karimah dengan misi meneruskan perjuangan ‘alim ‘ulama dan mendidik para santri agar menjadi ‘alim, ‘amil, sholih, dan mukhlis.
Iman yang kuat tertanam dalam diri setiap santri akan melahirkan sikap yang selalu merasa kehadiran Allah Swt dalam dirinya, sehingga perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki oleh Allah Swt akan dihindarinya. Dengan aqidah yang kuat pula mendorong para santri untuk berbuat baik terhadap sesama dan terhadap mahkluk lainnya. Dorongan keyakinan tersebut akan membuat seseorang berbuat ikhlas, meniadakan segala pamrih duniawi, dengan keyakinan semata-mata bahwa dia berbuat baik karena diperintah oleh Allah Swt. Sehingga apapun yang dia peroleh dari hasil perbuatan tersebut, akan diterimanya dengan ikhlas tanpa penyesalan.
2. menumbuhkan rasa optimisme dalam menjalani hidup dan kehidupan. Dengan berbekal tauhid yang kuat, seorang santri setelah lepas dari pondok pesantren diharapkan mampu berkecimpung di masyarakat dengan mengamalkan apa-apa yang telah diperolehnya dari pondok pesantren. Mendakwahan Islam di manapun mereka berada, seperti tujuan didirikannya Pondok Pesantren Darul Ulum sendiri, berperan aktif  dalam usaha pemberdayaan masyarakat berbangsa dan bernegara, khususnya di bidang Tarbiyah Islamiyah.
3. memiliki rasa pasrah (tawakkal) dan keyakinan yang utuh kepada Allah Swt. Bekal ilmu Tauhid bagi para santri Pondok Pesantren Darul Ulum dapat menjadikannya orang yang memiliki rasa penyerahan diri kepada Allah Swt dan keberanian untuk bertindak, karena tidak ada yang ditakutinya kecuali melanggar perintah Allah Swt. Kekuasaan dan kekuatan Allah Swt dapat menumbuhkan jiwa merdeka bagi seseorang, sehingga dia akan berani mengungkapkan kebenaran secara tegas dan konsekuen berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt (Muslim Nurdin, dkk., 1993:80). Karena baginya kebenaran itu mutlak milik Allah Swt saja, sehingga dia akan berani menegakkan kebenaran di muka bumi dengan tanpa rasa takut, kawatir, dan gelisah. Inilah yang diharapkan dengan pemberian materi Tauhid bagi para santri di Pondok Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus.
Pondok Pesantren Darul Ulum melalui pengkajian kitab-kitab kuning karya para ulama salaf yang berpaham Ahlussunnah wal Jamaah, mempersiapkan generasi Islam yang beriman, bertaqwa, dan berakhlakul karimah dengan misi meneruskan perjuangan ‘alim ‘ulama dan mendidik para santri agar menjadi ‘alim, ‘amil, sholih, dan mukhlis. Selain itu juga diharapkan para santri selepas dari pondok mampu berperan aktif  dalam usaha pemberdayaan masyarakat berbangsa dan bernegara, dengan landasan aqidah atau keimanan yang kuat. Landasan aqidah yang diatualisasikan dalam segala bentuk dan macam aktifitas akan menjadikan seseorang berbuat ikhlas, mengisi hidupnya dengan amal saleh, karena amal saleh adalah pancaran dari aqidah.
IV. Penutup
Pondok Pesantren Darul Ulum mengajarkan berbagai macam jenis kitab kuning, salah satu kitab Tauhid yang diajarkan adalah Kitab Tauhid Jawan karya Kyai Haji Raden Asnawi Kudus. Kitab Tauhid Jawan, sesuai dengan nama kitab tersebut bahwa kata Jawan itu mengandung arti Bahasa Jawa. Artinya, kitab Tauhid tersebut ditulis dalam Bahasa Jawa, adapun aksara yang digunakan adalah Pegon.
Kitab Tauhid Jawan di Pondok Pesantren Darul Ulum Ngembalrejo Bae Kudus diajarkan dalam lembaga pendidikannya, yaitu di Madrasah Diniyah pada jenjang awal atau Ibtida. Kitab tersebut disajikan dalam bahasa Jawa Ngoko yang mudah dipahami oleh para santri pemula. Kitab tersebut diajarkan secara klasikal, tidak diajarkan dalam kurikulum pondok yang menggunakan metode Bandongan dan Sorogan. Sebagai materi dasar dalam pembinaan aqidah atau keimanan para santri, kitab Tauhid Jawan sangat membantu para santri untuk memahami rukun Iman.
Isi kitab Tauhid Jawan mencerminkan pemikiran KH. R. Asnawi sebagai seorang yang teguh mengikuti dan memperjuangkan aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Kitab tersebut sebagai benteng bagi kaum muslimin, khususnya santri Pondok Pesantren Darul Ulum, dalam memeprtahankan aqidah atau keimanannya dengan tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan sunnah atau hadits, dan menghidupkan sikap Jamaah, kebersamaan umat Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar