Jumat, 27 Januari 2017

CAHAYA KEADILAN ILAHI

CAHAYA KEADILAN

" Hai orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran), karena Allah menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q.S. : Al - Maa’idah : 8) 

Keutuhan alam Islami tidak hanya berkaitan dengan kesatuan kosmos dan apa yang ada di balik alam dengan kesatuan prinsip ketuhanan itu sendiri, melainkan juga dengan kesatuan hidup individual masyarakat yang diatur oleh hukum Ilahi (Al-Syari’ah). Dengan menolak untuk membeda-bedakan antara yang suci dan yang profan, dengan mengintegrasikan agama pada seluruh segi kehidupan serta memasukkan kehidupan itu sendiri kedalam irama-irama ibadah dan tatanan nilai yang ditentukan oleh agama. Islam menciptakan suatu keutuhan dalam berbangsa dan bernegara yang direfleksikan dalam bentuk kasih sayang terhadap sesama. Alam Islam tradisional bukan hanya menjadi pusat kegiatan religius dalam pandangan sebagian orang, melainkan juga seluruh kehidupan masyarakat, yang meliputi kegiatan kultural, sosial, dan politik serta kegiatan ekonomis. Pembauran kualitas kekuatan dan aliran berbagai elemen semua diungkapkan dan ditonjolkan oleh alam Islam tradisional untuk mengingatkan setiap muslim akan ajaran Tuhan yaitu dalam bentuk alam semesta yang benar-benar muslim atau tunduk kepada kehendak Tuhan dengan mematuhi sifat dan hukum alamnya sendiri-sendiri serta jauh dari adanya percobaan untuk melawan dan menantang alam dan irama-iramanya, alam Islami tetap selalu selaras (Tanasub) dengan lingkungannya dan senantiasa melakukan perubahan untuk menciptakan lingkungan yang manusiawi, menjauhi pengingkaran titanis melawan hukum alam yang menjadi ciri manusia berbudaya dan berkepribadian serta menjunjung tinggi perikeadilan.



SURI TAULADAN NABI S.A.W.
Kita telah menyaksikan berbagai kemajuan, kegiatan usaha perbaikan, kemakmuran pembangunan yang sangat berguna bagi masyarakat telah berjalan dimana-mana. Diantara berbagai golongan telah bekerja untuk kemaslahatan Bangsa. Para cerdik pandai telah melaksanakan berbagai usaha dan bangunan yang menuju perbaikan budi pekerti dan ilmu kepandaian modern. Ringkasnya semua gerakan kemajuan dan kebangkitan itu tak lain adalah untuk kejayaan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia ini. Kita menghaturkan puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas jasa kaum ilmuwan dan para cendikiawan yang berjasa itu. Akan tetapi kita tentu tidak bisa melupakan bahwasanya Nabi pembawa risalah Tuhan, adalah orang yang berjasa besar dalam melakukan perbaikan akhlak dan moral - hati yang jahat dan penuh kedengkian itu, serta pembunuh kuman yang membawa bibit kemaksiatan, mencuci jiwa daripada kekotoran hawa nafsu ; keserakahan (tamak) dan tingkah laku yang keji. Jadi benarlah apa yang dikatakan kaum bijak masa lampau bahwa ; " Jiwa yang penuh nafsu itu akan selalu membuat ribuan alasan, untuk menghindari diri dari jilatan api penyucian." 
Begitu mudahnya manusia melupakan ajaran -ajaran baik yang akan dapat menuntunnya kearah perbaikan dalam hidup dan kehidupannya sendiri, hingga larut dalam bahaya kesombongan yang disebabkan oleh pembenaran diri dalam kehidupan beragama dan berbagai unsur lain, karena nafsunya telah mengingkari atas semua pemberian dan anugerah Tuhan kepadanya. Telah disebutkan dalam Al-Qur’an :
" Hai kaumku bagaimanakah kamu ..! AKU menyeru kamu pada keselamatan tetapi kamu menyerukan ke neraka…?!" (Q.S. : Al-Mu’min : 41).

Pada masa kini kita lihat sebagian majelis pembikin undang-undang yang katanya bernama legislatif dari negeri yang telah maju, tidak berhenti membikin dan mengganti undang-undang serta melakukan bongkar pasang alat pemerintahan negara sewaktu-waktu jika dikehendaki. Sikap demikian dilakukan oleh pemangku pemerintahan, karena mereka ingin tetap bercokol terus dalam jabatannya. Mereka tertarik dengan kegemerlapan cahaya harta kekayaan dunia, dan bertambah lagi dengan adanya korupsi dan manipulasi dikalangan pejabat sendiri. Mereka tidak memperhatikan lagi kemaslahatan manusia dan keselamatan rakyat yang diperintah. Demikianlah kalau kita perhatikan daripada tingkah laku dan tindakan sebagian orang besar dari tingkat atas di alam dunia ini. Padahal mereka adalah orang yang menjadi tempat bergantung segala harapan manusia untuk memperbaiki nasib kehidupan masyarakat serta membimbing orang ke arah petunjuk yang sebenarnya. Tetapi betapa kecewa dan menyesal kita melihat hal ikhwal dan perjalanan orang besar itu. Buyarlah cita-cita dan putuslah harapan kepada NYA.
Dalam makrokosmos, keselarasan alam semesta terwujud pada taraf realitas yang lebih tinggi dan menjadi suram, serta semakn samar dalam tingkat kosmos yang semakin rendah apabila pandangan kita tujukan kepada suatu penjuru bumi, dimana tampak keadilan dilaksanakan orang dan sifat belas kasihan telah dapat diantara berbagai kalangan serta kita lihat suatu golongan hidup bergaul dengan ketentraman. Yang kaya suka menolong orang yang miskin, yang berkuasa tidak melakukan kedzoliman terhadap yang lemah. Keadaan demikian tentulah menunjukan bagi kita bahwa kebajikan itu, adalah pelajaran dari kalangan orang-orang suci yang dinamakan Nabi atau Rasul. Karena sesungguhnya hati nurani setiap orang merindukan cahaya yang merupakan simbol kehadiran Tuhan. Simbol akan kedamaian dan kesejahteraan serta simbol seorang pemimpin bangsa yang disimbolkan menurut Al-Qur’an bagaikan pohon alam semesta ; akarnya kuat menghujam kedalam bumi dan cabang-cabangnya menjulang keangkasa. Yang merupakan salah satu simbol yang sangat universal tentang manifestasi alam semesta dalam menuntun manusia agar hidup selaras dengan alam dimana mereka tinggal. Seorang pemimpin bangsa sejati akan mampu mengekspresikan kesempurnaan dan keragaman eksistensi manusia sebagai cara untuk mengungkapkan fakta, bahwa dibalik setiap pengalaman dalam kepemimpinan akan membangkitkan kepekaan terhadap kesadarannya akan kesucian dalam segala sesuatu, dan kecakapannya dalam memberi petunjuk sebagai solusi spiritual, terhadap hampir setiap permasalahan yang dihadapi manusia dalam berbagai masa dan keadaan, seperti yang diajarkan Plato tentang keselarasan hidup bagi manusia, ia berkata: " Kita diberkati oleh Tuhan dengan penglihatan dan pendengaran serta keselarasan yang dicapai melalui renungan kepada-Nya oleh yang mampu menggunakannya, secara intelektual, bukan membantu mencapai kesenangan yang irasional yang pada saat kini disangka benar, melainkan untuk membantu revolusi dalam jiwa untuk mengembalikannya ke tugas dan sesuai dengan dirinya". Kini telah tampak bagi kita bahwa sebagian orang mengaku pemimpin, tetapi tidak sanggup melaksanakan perbaikan bagi masyarakat atau memimpin manusia ke jalan yang benar dan sempurna untuk dapat menciptakan masyarakat yang adil dalam pemerataannya dan yang makmur merata. Pada kenyataan ini telah disaksikan oleh sejarah bangsa-bangsa yang lampau dan pada masa sekarang ini bahwa mereka memang bukan ahlinya dalam memperbaiki kehidupan ummat dalam menciptakan suasana aman, nyaman dan tentram. Padahal ketiga faktor inilah yang akan menjadi cikal bakal kesejahteraan ummat dibagian dunia manapun. Kemakmuran suatu negara tidak menjamin kesejahteraan suatu bangsa, jika kemakmuran itu sendiri tidak pernah merata, akan tetapi kesejahteraan suatu bangsa akan membawa kemakmuran bagi negara dan bangsa. Kita telah menyaksikan dari pentas yang berlaku di alam dunia, ada beberapa banyak raja yang gagah perkasa memerintah berbagai negara, menguasai beberapa kerajaan dan memperhambakan bangsa-bangsa. Berapa banyak benua yang mereka duduki, dan berapa buah kota yang mereka hancurkan. Berbagai bangsa yang mereka tundukkan dan berbagai golongan yang mereka jajah. Betapa banyak harta benda yang mereka rampas, berapa banyak uang yang mereka hamburkan diantara rakyat tidak sedikit yang mereka bunuh atau dicampakan kejurang kehinaan dan kesengsaraan. Tindak tanduk mereka sama dengan apa yang firmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an : " Sesungguhnya (kebanyakan) raja-raja itu apabila memasuki suatu negeri, mereka binasakan itu dan mereka lakukan penduduknya yag mulia menjadi hina". (Q.S. : An-Naml : 34). Ketakutan orang yang jahat dan berdosa terhadap ancaman pedang pihak kaum penguasa paling banyak hanya dapat menjaga keamanan dan keselamatan dijalan-jalan dalam kota, pasar dan kampung, sedang untuk memperbaiki hati dan jiwa adalah diluar kemampuan mereka, dan mereka tidak membawa keselamatan yang sejati. Bahkan sering terjadi sumber kejahatan dan pokok kemaksiatan terbitnya dari pintu mahligai raja-raja dan benteng kerajaan. Tidak jarang bahwa mula-mula terbitnya kedzoliman dan permusuhan, adalah dari pihak anggota kerajaan sendiri, lalu menjalar ketengah-tengah masyarakat, sehingga tingkah laku dan budi pekerti rakyat umumnya menjadi rusak binasa. Berbagai kejahatan dan kemungkaran kian tambah menjadi, kerusakan moralpun menjalar bagaikan virus yang mengeram dalam aliran darah, kehidupan menjadi tidak seimbang karena nafsu keinginan yang tak terkendali dan yang tak mengenal batas terus berkobar bagaikan nyala api yang tidak pernah padam. Maka benarlah apa-apa yang dikatakan para bijak masa lampau bahwa :
Nafsu keinginan untuk memperoleh sesuatu dengan sifatnya yang tak mengenal kepuasan, merupakan bencana terbesar di segala penjuru dunia. Peperangan - pertikaian - permusuhan dan 
segala kejahatan bersumber pada nafsu keinginan menusia yang tidak mengenal kepuasan.

Dunia terdiri dari sesuatu yang terus menerus mengalir atau menjadi, sedangkan yang belum menjadi hanyalah firman atau kalam Tuhan. Yang jika direnungkan akan mengingatkan kita akan adanya hubungan antara Al-Qur’an dan dunia alam, dan juga primordialitas wahyu Al-Qur’an yang kerap kali menyatakan kesadaran terhadap proses penciptaan alam semesta. Kita telah yakin bahwa tak ada sesuatu golongan dari pada manusia yang terhindar dari pekerti yang rendah, telah terselamatkan dari jalan yang sesat, terpimpin dari hawa nafsu yang rendah dan keji, kecuali karena pimpinan Nabi belaka. Mereka (para Nabi) ialah orang yang tujuan hidupnya tak lain menganjurkan hukum yang hakiki dalam masyarakat membimbing ke jalan yang lurus dan menyelamatkan manusia dari prilaku yang hina dan rendah. Allah S.W.T telah membangkitkan Rasul S.A.W untuk mengeluarkan manusia dari tempat yang gelap. Yaitu dari pada kegelapan aqidah (kepekaan), kegelapan akhlak, dan kegelapan amal. Membawa manusia kepada cahaya (nur), yakni : cahaya Iman, cahaya akhlak yang mulia dan cahaya amal yang shaleh. Mewariskan orang-orang yang datang kemudian, dengan sunnah yang harus diikuti segala manusia, baik rakyat jelata atau raja. Dapat dikecap kebajikannya oleh orang-orang yang kaya atau yang miskin. Diambil teladannya oleh segenap hamba-hamba Allah dari berbagai kalangan suku, bangsa, dan bahasa. Perumpamaan teladan yang dibawa Rasul S.A.W ialah : " Sebagai sumber mata air yang suci dan murni ditengah-tengah kota". Semua orang dari berbagai golongan yang dahaga akan dapat meminumnya dan menghilangkan haus dengan sepuas-puasnya menurut hajat dan kebutuhannya. Manusia dianjurkan mengikuti jejak dan mencontoh tingkah laku Rasul S.A.W, agar jiwa menjadi tentram, agar hati menjadi lapang dalam mengarungi kehidupan yang selalu berubah-rubah, serta mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Nabi dan Rasul sudah lama tiada, akan tetapi teladan mereka tidak akan pernah hilang sampai kapanpun, karena mereka memiliki penerus dari generasi ke generasi yakni para kaum ulama. Banyak dari mereka (ulama) yang juga secara intim berteman dengan para ahli politik akan tetapi bukan dalam ketundukan serta kekuasaan duniawi serta kemegahannya, atau dalam menyusun tulisan-tulisan atau pidato-pidato yang berisi sanjungan kepada yang berkuasa. Mereka melainkan dalam memberikan petunjuk dan teladan spiritual kepada para pemegang kekuasaan. Mereka (para ulama) tak ubahnya bagaikan lentera suci yang menerangi alam kegelapan yang mengisi hidup dan kehidupan ini agar lebih berarti dan terarah dalam membentuk manusia-manusia seutuhnya yang adil dan beradab. Akan tetapi lentera suci itu ada yang ingin berusaha memadamkannya agar dunia ini menjadi gelap gulita sehingga kekacauan, kejahatan dan kemungkaran dapat bergerak bebas didalam kegelapan, Karena ada sekelompok manusia yang memberontak terhadap Sang Pencipta, dan memainkan peran Ketuhanannya dimuka bumi, tanpa menundukan dirinya kepada kehendak Sang Pencipta itu sendiri.
" Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kamu, dan kuatkanlah kesabaranmu, tak tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung "
(Q.S. : Ali Imran : 200).

REFORMASI
Seluruh bentuk adalah simbol, sebagaimana pandangan ahli makrifat, yang dengan jelas menyingkapkan makna yang ada didalamnya. Tiada yang pernah dapat mengetahui secara pasti apakah seseorang itu hanya berada pada tingkat bentuk dan melupakan maknanya. Karena inilah ada kecenderungan atas diri manusia untuk merubah setiap bentuk yang ada, hanya agar dapat mengetahui apa dan bagaimana makna dari bentuk itu sendiri jika terjadi suatu perubahan atas bentuk tersebut, seperti halnya perubahan bentuk (reformasi) yang terjadi di negeri ini. Sebuah analisis telah mengungkapkan bahwa keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya dan merubah jalan dan garis nasibnya adalah sesuatu hal yang wajar dan manusiawi yang sekaligus merupakan fithrahnya sendiri. Tidak ada larangan bagi manusia untuk merubah nasib dan jalan hidupnya. Manusia berhak untuk hidup makmur, bahagia, dan sejahtera. Firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an menyebutkan ;
" Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ". (Q.S. : Ar-Rad : 11).
Merubah sesuatu bentuk menjadi bentuk yang lain boleh saja, asalkan kita tahu dan yakin, bahwa apa yang kita rubah itu akan membawa kemanfaatan bagi seluruh lapisan masyarakat luas, dan bukan hanya bermanfaat bagi segolongan masyarakat saja, dan masyarakat yang lainnya tidak dapat merasakan kemanfaatannya itu. Suatu perubahan yang bertujuan untuk mengangkat kemiskinan suatu bangsa agar menjadi jaya dan makmur adalah merupakan tugas suci dan mulia jika dilandasi kejujuran dan keikhlasan hati.. Karena sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan keresahan. Suatu perubahan yang bertujuan untuk menegakkan perikemanusiaan dan keadilan atas suatu bangsa adalah merupakan perbuatan yang berani dan terpuji, jika dilandasi kasih sayang dan kebajikan yang luhur. Karena perbuatan dapat dikatakan benar jika tidak ada pamrih didalamnya. Akan tetapi sangat disayangkan sekali, pada era reformasi ini masih saja banyak tangan-tangan yang berbuat nista demi mencari keuntungan pribadi, mencari kesempatan didalam kesempitan yang semakin marak, penonjolan diri kian terlihat jelas. Pemanfaatan situasi pun semakin dipergencar, kebodohan dan kepalsuan makin melebar saja. Rasa saling curiga mencurigai dan fitnah serta isu-isu yang tidak jelas menjalar bagaikan wabah virus, jilat sana jilat sini… sikut sana sikut sini.. , hujat sana hujat sini.. karena masing-masing ingin menyelamatkan dirinya, dan merasa paling benar, paling hebat, paling pandai, paling bersih, dan terkemuka di mata manusia lainnya.

Kondisi seperti inikah yang akan kita berikan pada bangsa kita ….?!, kondisi seperti inikah yang akan kita perlihatkan pada dunia….?! Tidak ada larangan atas manusia untuk melangkah, akan tetapi iapun harus tahu dimana ia harus berhenti. Tidak ada yang dinamakan tingkah laku baik dan terpuji, kecuali yang adil, seimbang diantara semua keadaan dan dapat meletakkan neraca diantara kekuatan hati - kemauan yang berkobar. " Keadilan tidak bisa dicari di puncak gunung, di dasar laut, di tengah hutan atau di negeri lain. Akan tetapi keadilan itu harus dicari didalam diri sendiri ". dan tidak ada yang mempunyai kelakuan mulia, kecuali seseorang yang dapat mengendalikan nafsu ambisi pribadinya. Fakta dan sejarah sudah mencatat bahwa sebagian besar manusia perhatiannya sangat tertarik pada larangan, karena enggan melakukan yang disuruh Tuhan. Sangat terpengaruh kepada harta benda kekayaan duniawi, sebab mengabaikan kebutuhan rohani. Nekad melakukan yang buruk lagi tercela karena tergoda oleh setan dan manusia yang durhaka ingkar kepada petunjuk Al-Khaliq lalu melibatkan diri kedalam syirik, berbicara seperti orang latah, karena lidah tidak disesuaikan dengan isi kitab Allah dan Sunnah Nabi. Kurang rasa malu, sebab iman tidak bersinar dalam kalbu, suka melanggar peraturan tanda kelemahan iman didalam dada. Maka dengan suri tauladan Nabi S.A.W yang memberi tuntunan kejalan sebaik-baiknya dan mendapatkan suatu petunjuk yang sanggup membawa manusia kepada hati suci, jiwa bersih dan rohani tinggi, serta citra yang luhur. Demikianlah seseorang harus bersifat yang terpuji, yaitu : keras kemauan, berani, tahu berterima kasih, suka bertawakal kepada Allah S.W.T, ridho dengan taqdir yang menimpa dirinya, sabar atas segala ujian dan cobaan, suka berkorban dan merasa puas dengan nikmat yang Allah berikan kepadanya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah, yang kamu dustakan …?!!.
" (Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tangan kamu sendiri, maka bahwasannya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambanya. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tiada menghendaki kesukaran".
(Q.S. : Al - Baqarah : 182-185)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar